Pasang PLTS Atap Ada Sistem Kuota, Diumumkan Mei 2024
Pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap kini menerapkan aturan kuota berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM no 2 tahun 2024. Kementerian ESDM akan mengumumkan kuota tersebut pada Mei 2024.
Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditjen EBTKE Kementerianm ESDM, Andriah Feby Misna, mengatakan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) didorong untuk segera mengusulkan kuota sistem PLTS Atap. Usulan tersebut paling lambat April 2024.
“Permen diundangkan 31 januari 2024, jadi usulan kuotanya paling lambat 3 bulan oleh PLN atau wilayah usaha lainnya,” kata Feby dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung dengan Jaringan Pemegang IUPTLU, di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (5/3).
Feby mengatakan, IUPTLU wajib menyusun kuota pengembangan PLTS Atap. Sistem kuota disusun dalam jangka lima tahun dengan melihat keandalan sistem yang ada saat itu.
Pemegang IUPTL akan merinci kuota pengembangan setiap tahun. Sistem kuota tersebut nantinya akan ditetapkan dan diturunkan menjadi kuota klastering oleh Kementerian ESDM.
Nantinya, kuota kapasitas sistem PLTS Atap dalam clustering akan dipublikasikan oleh PLN melalui laman, aplikasi, dan media sosial resmi milik PLN pada MEi 2024.
Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Jisman P Hutajulu, mengatakan sistem kuota yang ada di dalam Permen tersebut ditujukan untuk menjaga kualitas penyaluran listrik PLN ke pelanggan PLTS Atap tetap andal. Mengingat PLTS Atap mempunyai sifat intermiten.
"Pengembangan PLTS Atap harus dihitung secara cermat dengan memperhatikan keandalan sistem, sehingga perlu ditetapkan kuota PLTS setiap tahunnya yang masuk ke suatu sistem," kata Jisman.
Direktur Retail dan Niaga PLN, Edi Srimulyanti mengatakan pentapan kuota PLTS dilakukan untuk melihat seberapa kuat sistem dari PLN untuk menyangga naik turun listrik yang dihasilkan akibat cuaca. Pasalnya, PLTS atap yang memiliki sifat intermitensi.
Dengan kondisi tersebut, listrik PLN harus menyediakan pembangkit-pembangkit yang sifatnya tidak intermiten.
“Jadi begitu turun pembangkit dari PLN akan menyangga, kalau tidak diimbangi pembangkit yang bisa menyangga bisa terjadi gangguan,” kata Feby.