CREA: Pensiun Dini PLTU Bisa Menghemat US$4,8 Miliar per Tahun
Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mengatakan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara dengan bantuan dana dari Just Energy Transition Partnership memiliki beragam manfaat. Dari sisi ekonomi, pensiun dini PLTU bisa menghemat biaya US$4,8 miliar (Rp 78,72 triliun) per tahun.
Analis CREA Katherine Hasan mengatakan negara dan masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi dan kesehatan dengan adanya pensiun dini PLTU.
Seperti diketahui, PLTU Cirebon Unit 1 dan Pelabuhan Ratu Unit 1-3 terdaftar sebagai dua proyek percontohan pertama pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia dalam dokumen rencana investasi dan kebijakan komprehensif JETP (CIPP). Begitu pula dengan Banten Suralaya Unit 1-4 juga yang dinilai dapat dilakukan pensiun dini karena umur operasional yang sudah mendekati masa akhir.
Menurut CREA, pengoperasian ketiga PLTU ini menyebabkan biaya terkait polusi udara sebesar US$885 juta (Rp 14,5 triliun) setiap tahun, dari meningkatnya risiko penyakit pernapasan, hilangnya produktivitas, serta kematian.
Secara rinci, beban ekonomi dari PLTU Cirebon Unit 1 dihitung sebesar US$308 juta (5,05 triliun). Beban ekonomi dari PLTU Pelabuhan Ratu US$293 juta (Rp 4,8 triliun). Sementara itu, beban ekonomi PLTU Banten Suralaya Unit 1-4 US$284 juta (Rp 4,6 triliun) per tahun.
"Masuknya PLTU tersebut dalam proyek percontohan JETP CIPP hanya mampu mengatasi sebagian polusi udara yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara," ujarnya.
Apabila sepuluh PLTU dengan dampak kesehatan tertinggi, serta dua kompleks dengan umur operasi tua yang berlokasi di Pulau Jawa dapat disasar sebagai kandidat pensiun dini PLTU, maka Indonesia akan terhindar dari dampak di masa depan sekitar lima kali lipat.
CREA menyebut saat ini pengoperasian PLTU berdampak tinggi yang berlokasi di seluruh Pulau Jawa menyebabkan 6.928 kematian akibat polusi udara dan biaya ekonomi sebesar US$4,8 miliar (Rp 78,72 triliun) setiap tahun.
“Dengan terjadinya penurunan kualitas udara Indonesia yang signifikan pada 2023, pemerintah dan pemangku kepentingan nasional tidak dapat lagi mengabaikan kontribusi polusi udara dari pembangkit listrik tenaga batu bara, serta dampaknya terhadap populasi dan perekonomian,” kata Katherine.
Sebelumnya, PLN membantah pernyataan yang menyebutkan bahwa PLTU merupakan penyebab polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. EVP Operasi Sistem Ketenagalistrikan PLN Dispriansyah mengatakan PLTU sudah beroperasi sejak puluhan tahun yang lalu. "Khusus untuk Jakarta dan sekitarnya, dalam dua-tiga tahun ini tidak ada tambahan PLTU," kata Dispriansyah, Selasa (15/8).
Menurut dia, polusi udara lebih banyak disebabkan oleh emisi dari sektor transportasi dan cuaca yang panas, kering, sehingga membuat debu beterbangan.