Prabowo Didesak Kurangi Subsidi Energi Fosil dan Terapkan Tarif Energi Progresif

Image title
24 Oktober 2024, 17:23
Petugas mengisi bahan bakar minyak ke kendaraan konsumen di SPBU 5483203, Mataram, NTB, Kamis (4/4/2024). Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus memproyeksikan pada bulan Ramadhan hingga arus mudik dan balik Idul Fitri 1445H untuk sektor transportasi
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/nym.
Petugas mengisi bahan bakar minyak ke kendaraan konsumen di SPBU 5483203, Mataram, NTB, Kamis (4/4/2024). Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus memproyeksikan pada bulan Ramadhan hingga arus mudik dan balik Idul Fitri 1445H untuk sektor transportasi terdapat potensi kenaikan konsumsi BBM jenis gasoline atau bensin sebesar 11,8 persen dari rata-rata normal harian 18.225 kilo liter per hari di wilayah tersebut.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Centre for Policy Development (CPD) menilai pemerintahan Prabowo perlu mengurangi ketergantungan masyarakat akan subsidi energi fosil untuk dapat melaksanakan percepatan transisi energi di Indonesia.

Penasihat Kebijakan Senior CPD, Ruddy Gobel, mengatakan pemerintah perlu menerapkan mekanisme penetapan harga energi yang lebih fleksibel dan berbasis pasar, termasuk harga tarif regional dan tarif progresif berdasarkan volume konsumsi energi.

"Kebijakan ini perlu untuk mendorong efisiensi, mengurangi ketergantungan pada subsidi, dan mendukung percepatan transisi energi bersih," ujar Ruddy dalam media briefing bertajuk Memimpin Perubahan: Transisi Energi dan Emisi Nol Bersih dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran, di Jakarta, Kamis (24/10).

Ruddy mengatakan pemerintah perlu mereformasi subsidi energi dengan digitalisasi penyaluran untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Reformasi ini harus didukung oleh verifikasi data kependudukan yang akurat serta penyesuaian harga energi secara bertahap. Di sisi lain, pemerintah juga perlu memberikan kompensasi bagi kelompok rentan untuk memitigasi dampak negatif

Menurutnya, hal tersebut diperlukan lantaran subsidi di sektor energi menjadi salah satu faktor yang menghambat transisi energi di Indonesia. Pasalnya, subsidi energi adalah komponen yang paling besar di dalam APBN Indonesia.

"Fiskal itu ruangnya tidak lega, tidak luas. Kalau fiskal itu terpakai untuk sebuah program yang dalam tanda petik tidak terlalu produktif, maka kemudian fiskal tidak punya kesempatan menyediakan anggaran untuk program-program yang lebih produktif," ujar Ruddy.

Selain itu, ia menilai pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada sisi pengurangan energi fosil dan mengganti ke energi terbarukan. Pemerintah juga harus mempertimbangkan kesejahterahaan masyarakat dalam proses transisi energi.

Dia mencontohkan bauran energi baru terbarukan yang saat ini paling banyak ditopang oleh bioenergi, khususnya biodiesel B35. Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa mengoptimalkan program B35 tersebut untuk bermanfaat bagi sosial dan ekonomi lokal.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...