Pemerintah Tak Akan Pakai APBN untuk Danai Pensiun Dini PLTU Batu Bara

Image title
30 Januari 2025, 14:53
Suasana di PLTU Suralaya, Kota Cilegon, Banten, Kamis (15/8/2024). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan berencana akan menutup PLTU Suralaya yang sudah beroperasi selama lebih dari 40 tahun sebagai upaya
ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/gp/foc.
Suasana di PLTU Suralaya, Kota Cilegon, Banten, Kamis (15/8/2024). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan berencana akan menutup PLTU Suralaya yang sudah beroperasi selama lebih dari 40 tahun sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi polusi udara di wilayah Jakarta.

Ringkasan

  • Yayasan Warga Berdaya meluncurkan LaporIklim, platform untuk melaporkan dampak perubahan iklim, dilengkapi dengan chatbot untuk memudahkan masyarakat.
  • LaporIklim bertujuan mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta meningkatkan literasi masyarakat tentang mitigasi dan adaptasi.
  • LaporIklim juga mengidentifikasi ketidakadilan peran antara kelompok rentan dengan aktor penyebab perubahan iklim, menyoroti perlunya pendekatan yang adil dalam menanggulanginya.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah memastikan tidak akan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan pemerintah juga tidak akan mendorong PT PLN (Persero) untuk menerbitkan surat utang guna membiayai pensiun dini PLTU. Kebijakan ini diambil karena pemerintah memiliki sejumlah program prioritas yang harus didahulukan selain pensiun dini PLTU.

"Masa kita harus memaksa dengan APBN atau PLN membuat bond baru lagi untuk membiayai itu. Kita mau, tapi ada uangnya dulu kalau gak ada duitnya ya sorry bos kita harus memproteksi kebutuhan dalam negeri dulu," ujar Bahlil dalam seminar, di Jakarta, Kamis (30/1).

Bahlil mengatakan, sikap tersebut diambil karena beberapa negara maju ataupun lembaga pendonor yang mendorong Indonesia untuk melakukan pensiun dini PLTU sampai dengan saat ini belum memberikan kontribusi secara nyata.

"Masa kita disuruh paksa untuk mempensiunkan PLTU, kan siapa yang membiayai," ujarnya.

Sementara itu, Institute for Essential Services Reform (IESR) menagih janji Presiden Prabowo Subianto untuk mengimplementasikan target net zero 2050. Hal itu sesuai dengan janji Prabowo saat berpidato di APEC CEO Summit dan KTT G20 di Brasil, sesaat setelah pelantikannya.

Dalam kesempatan itu, Presiden Prabowo menyampaikan target net zero sebelum 2050 dengan strategi menghentikan PLTU batubara dalam 15 tahun, mencapai 100 persen energi terbarukan dalam 10 tahun, dan mencapai swasembada listrik.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan hingga kini belum ada arahan khusus dari presiden untuk memastikan tercapainya janji tersebut. Sejauh ini, fokus pemerintah masih pada target jangka panjang dengan mengungkapkan rencana RUPTL 2025-2034 yang konon pembangkitan akan didominasi oleh energi terbarukan.

Untuk itu, menurut Fabby, IESR menilai pemerintah perlu menyiapkan langkah taktis, seperti mempercepat pembangunan 9 GW energi kapasitas terbarukan di tahun ini.

Dia mengatakan, pemerintah juga perlu melancarkan implementasi dan pengoperasian jangka panjangnya. Komitmen yang disampaikan secara verbal dalam forum internasional tersebut perlu segera dituangkan dalam aturan yang jelas serta diintegrasikan dalam berbagai kebijakan energi.

Namun, menurut Fabby, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang terbit pada November 2024, justru masih mempertahankan pencapaian target net zero 2060, bukan 2050. Sementara puncak emisi masih ditargetkan 2035, bukan di 2030 untuk konsisten dengan disampaikan presiden. Selain itu, RUKN juga masih memuat rencana pembangunan PLTU hingga 2035.

Fabby mengatakan, transisi energi merupakan proses yang panjang tetapi keputusannya harus dibuat sekarang sehingga memberi waktu untuk penyusunan perencanaan energi yang terintegrasi dan implementasi yang terukur. Keberanian presiden dan wapres untuk melawan status quo, kepentingan yang mempertahankan energi fosil, serta berbagai alasan untuk mengerdilkan upaya transisi energi, menjadi syarat agar meraih ketahanan dan swasembada energi yang selaras dengan Asta Cita.

Sesuai ambisi presiden menghentikan operasi PLTU di 2040, kajian IESR menemukan pengakhiran operasional PLTU batubara secara dini dapat diterapkan pada 105 unit PLTU (25 GW). Aksi ini berkontribusi terhadap hampir setengah pengurangan emisi kumulatif pembangkit listrik on-grid.

Dia mengatakan, komitmen presiden untuk pensiun dini PLTU batubara pada 2040-2045 harusnya disertai juga dengan penghentian pembangunan PLTU captive.

"Tidak hanya itu, upaya mempertahankan penggunaan batubara yang kotor dengan menggunakan teknologi CCS/CCUS yang belum teruji dapat menurunkan emisi secara signifikan harus dibandingkan efektivitas hasil dan biayanya, dengan pilihan pemanfaatan energi terbarukan, yang lebih bersih, murah dan pasti memangkas emisi,” kata Fabby.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...