Pemerintah Diminta Akomodasi Lahan Pembangunan EBT di Rencana Tata Ruang Wilayah

Image title
27 Maret 2025, 14:37
Warga menggendong anaknya melewati area persawahan dengan latar belakang Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Kamis (9/1/2025). Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (
ANTARA FOTO/Hasrul Said/foc.
Warga menggendong anaknya melewati area persawahan dengan latar belakang Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Kamis (9/1/2025). Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) sebanyak 5 gigawatt (GW) hingga tahun 2030 sebagai sumber energi terbarukan sekaligus menjadi daya tarik wisata.

Ringkasan

  • Perdagangan karbon internasional akan dimulai pada 20 Januari 2025 oleh Kementerian Lingkungan Hidup, mendorong pengurangan emisi dan peluang ekonomi baru.
  • Sistem perdagangan karbon otomatis SRN PPI akan mencatat transaksi secara transparan, menerbitkan sertifikat untuk proyek yang mengurangi emisi.
  • Perdagangan karbon internasional akan melibatkan empat proyek besar, termasuk pembangkit listrik dan minihidro, yang diharapkan berkontribusi pada pengurangan emisi global dan perekonomian Indonesia.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Lembaga Thinktank untuk energi baru terbarukan (EBT), Institute for Essential Services Reform (IESR), mendorong pemerintah mengakomodasi alokasi lahan untuk pembangunan energi baru terbarukan (EBT) dalam perencanaan tata ruang daerah. Hal itu diperlukan untuk mempercepat pembangunan EBT di Indonesia.

Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR, Pintoko Aji, mengatakan realisasi pembangunan EBT di Indonesia masih jauh dari potensinya.

Padahal berdasarkan kajian IESR, Indonesia memiliki potensi mengembangkan 333 ggawatt (GW) proyek EBT yang layak secara finansial.  Angka tersebut terdiri dari PLTB daratan (onshore) (167 GW), PLTS di daratan (ground-mounted) (165,9 GW), dan PLTM (0,7 GW). 

Pintoko mengatakan hasil tersebut didapatkan hasil simulasi finansial dan skema private-public partnership pada 1.500 lokasi yang berpotensi secara teknis.

"Dari jumlah tersebut, 205,9 GW atau sekitar 61 persen dari total potensi yang layak secara finansial diindikasikan memiliki tingkat pengembalian Equity Internal Rate of Return/EIRR di atas 10 persen, yang menunjukkan potensi investasi yang menjanjikan," ujarnya.

Ketersediaan lahan menjadi salah satu faktor yang bisa mendorong potensi tersebut terealisasikan. Selain mengakomodasi lahan dalam tata ruang daerah, Pintoko mengatakan, pemerintah juga perlu menyederhanakan proses pengadaan lahan untuk pembangunan EBT. Dengan demikian, risiko investasi EBT bisa ditekan sehingga menarik minat investor.

"Pemerintah juga perlu menetapkan target spesifik per daerah dalam pemanfaatan energi terbarukan," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...