Satgas Energi dan Iklim B20 Raih Potensi Nilai Proyek US$ 11.5 Miliar
Satuan Tugas Energi, Keberlanjutan dan Perubahan Iklim atau Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) menelurkan hasil dengan nilai potensi proyek sebesar lebih dari US$ 11,5 miliar.
“Diskusi antara pemangku kepentingan dalam TF ESC-B20 memiliki tujuan untuk mencari implementasi paling realistis dari transisi energi yang berkelanjutan dengan konsep kemandirian energi,” kata Ketua TF ESC-B20, Nicke Widyawati dalam keterangan tertulis yang dikutip Minggu (20/11)
B20 Summit berlangsung dari tanggal 13-14 November 2022 di Bali. Tugas pertama dari misi TF-ESC B20 adalah percepatan penggunaan energi baru terbarukan di seluruh dunia. Tugas kedua memastikan transisi energi yang adil dan terjangkau. Sedangkan tugas terakhir adalah meningkatkan keamanan energi.
Menurut Nicke, dari tiga pembahasan utama tersebut memunculkan pembicaraan mengenai kerja sama global lintas negara yang lebih dikembangkan baik di negara maju serta berkembang. TF ESC juga berperan sebagai katalisator dalam kerja sama global dengan capaian perjanjian kerja sama sebanyak 38 kesepakatan dari lintas negara.
“Sebanyak 11 negara setidaknya terlibat dalam proses business action dalam mewujudkan percepatan proyek rendah karbon dengan total nilai proyek lebih dari 11,5 miliar dolar AS,” ujar Nicke.
Tindakan implementasi lainnya adalah TF ESC sebagai ajang keselarasan bisnis secara global. Sebanyak 12 peluang kerja sama lintas negara terwujud usai ajang B20 terselenggara. Dari peluang kerja sama tersebut sebanyak 5 bisnis terjalin kesepakatan dalam ajang tersebut dalam upaya penurunan proyek rendah karbon.
“Aksi bisnis lainnya yang tercapai adalah dua kolaborasi investasi bisnis terjalin dalam konferensi B20,” kata Nicke lagi.
Secara umum TF ESC B20 berfungsi sebagai jembatan bagi negara yang ingin mencapai kesepakatan bersama pada isu transisi energi secara global. Satuan tugas ESC B20 memberikan pemahaman kerja sama bagi negara yang tengah melalui masa transisi energi dengan negara yang memiliki sumber energi fosil melimpah, seperti Arab Saudi misalnya.
Upaya nyata dari TF ESC untuk menjembatani pemahaman transisi energi adalah adanya pengembangan teknologi Carbon Captures Utilization Storage (CCUS). CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage). Teknologi ini merupakan inovasi yang bisa menangkap Karbon Dioksida yang telah terlepas ke atmosfer. Sehingga energi bersih diupayakan bisa tercapai dengan langkah ini.
Selanjutnya, fungsi dan visi kedua adalah TF ESC sebagai akselerator/katalis untuk mewujudkan agenda-agenda global, misalnya NZE, transisi energi dan lainnya. NET Zero Emission (NZE) atau netralitas karbon tahun 2060 menjadi agenda kerja dan proses berkelanjutan untuk transisi penggunaan energi. Dari energi fosil yang polutif ke energi bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan hasil dari pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Menurut Nicke, sejauh ini PT Pertamina Group yang menjadi aktor utama penyelenggara perhelatan puncak Konferensi Tingkat Tinggi Government 20 (KTT-G20), Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) siap mengawal 3 (tiga) rekomendasi utama yang membahas intensif oleh 152 peserta dari 25 negara perwakilan.
Tiga rekomendasi final dari TF ESC-B20 yang dimaksud yakni pertama, mempercepat transisi ke penggunaan energi berkelanjutan dengan mengurangi intensitas karbon dari penggunaan energi. Kedua, memastikan transisi yang berkeadilan dan terjangkau. Rekomendasi ketiga adalah meningkatkan akses serta kemampuan konsumen untuk mengkonsumsi energi bersih juga modern.
Nicke Widyawati yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) menjelaskan poin utamanya adalah Indonesia mendukung dekarbonisasi industri akan mempercepat emisi nol bersih yang ditargetkan tahun 2060 atau lebih cepat. Menurut dia, tiga rumusan dari TF ESC sejalan dengan fokus isu strategis Presidensi G20 dan target Sustainable Development Goals (SDGs).