Generasi Muda Desak Capres Punya Komitmen Penanganan Krisis Iklim
Generasi muda mendesak calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan maju di Pemilihan Presiden 2024 untuk berkomitmen menangani krisis iklim. Mereka juga harus menuangkan transisi energi dalam visi misi mereka.
“Krisis iklim dan transisi energi adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup rakyat, tapi mereka nampak cuek saja. Pasalnya, tidak ada satupun calon presiden yang memiliki komitmen kuat terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi,” Koordinator Climate Rangers 350 Indonesia Ginanjar Ariyasuta dalam Power Up Indonesia: Gerakan Orang Muda Menagih Komitmen Iklim Calon Presiden, di Jakarta, Kamis (19/10).
Oleh sebab itu, generasi muda berencana menggelar aksi serentak di berbagai kota di Indonesia untuk mendesak kandidat capres-cawapres agar memiliki komitmen yang serius terkait penanganan krisis iklim dan transisi energi, yaitu gerakan Power Up Indonesia.
Ginanjar menjelaskan, gerakan tersebut merupakan bagian dari gerakan masyarakat sipil internasional yang mendesak elite politik membuat kebijakan serius meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan berbasis komunitas.
Gerakan itu akan dilaksanakan serentak pada 29 Oktober-4 November 2023 di beberapa kota di Indonesia dan dunia. Ginanjar mengatakan, para peserta Power Up Indonesia akan menuju ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta pada 3 November 2023 mendatang untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Menanti Program Penanganan Iklim Capres 2024
Pada kesempatan yang sama, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan saat ini adalah momentum krusial untuk memastikan ketiga kandidat capres-cawapres tersebut bisa memasukkan secara eksplisit program penanganan iklim, setidaknya sampai dengan tahun 2029.
Pasalnya, pendaftaran capres dan cawapres 2024 berlangsung selama 19-25 Oktober 2023. Pada periode tersebut pasangan capres dan cawapres akan menyampaikan visi misi mereka ke KPU.
“Kalau sampai tiga kandidat itu tidak ada yang bicara terkait masalah transisi energi terbarukan, seperti reformulasi insentif-insentif yang selama ini dinikmati oleh sektor fosil tidak digeser ke sektor yang lebih bersih. Berapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang akan ditutup dan kapan, termasuk bagaimana pendanaannya? Kalau tidak sedetail itu, saya agak ragu mereka punya komitmen serius untuk mengatasi masalah krisis iklim," ujarnya.
Menurut Bhima, jika komitmen penangangan krisis iklim hanya disuarakan pada masa kampanye dari tiga kandidat capres-cawapres tersebut, masyarakat akan sulit menagih janji kepedulian lingkungan kepada siapapun presiden dan wakil presiden yang bakal menjabat nanti.
"Hasil studi CELIOS menunjukkan sebanyak 89% pemilih berusia muda menginginkan adanya percepatan penutupan PLTU batu bara, dan sebanyak 60% menginginkan agar energi terbarukan semakin mendominasi dalam bauran energi nasional," kata Bhima.
Pekerjaan Rumah Presiden Terpilih
Sementara itu, Campaigner 350 Indonesia Suriadi Darmoko mengungkapkan, sejatinya Indonesia sudah memiliki banyak komitmen untuk melakukan aksi iklim. Menurut dia, ada banyak pekerjaan rumah bagi presiden terpilih, terutama untuk melakukan aksi iklim secara cepat dan berkeadilan melalui transisi energi dan meningkatkan bauran energi terbarukan di dalam bauran energi nasional.
“Terobosan yang ditawarkan para bakal calon presiden untuk mencapai target-target transisi energi sangat penting untuk diketahui karena saat ini kita belum melihat bagaimana komitmen-komitmen yang sudah ada akan dikerjakan,” kata Suriadi.