Perdagangan Karbon RI Baru Capai 50 Ribu Ton, Hashim Nilai Memalukan

Amelia Yesidora
27 Februari 2025, 21:00
Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo memberikan leadearship speech di acara Indonesia Green Energy Investment Dialogue yang digelar oleh Kadin dan Katadata Green, Kamis (27/2).
Katadata
Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo menyebut transaksi perdagangan karbon Indonesia hanya mencapai 50 ribu ton CO2 ekuivalen.

Ringkasan

  • WALHI menyebutkan terjadi deforestasi seluas 4,5 juta hektare di Indonesia selama sembilan tahun terakhir, yang bertentangan dengan klaim pemerintah tentang penurunan deforestasi tahunan.
  • Uli Arta Siagian dari WALHI menilai bahwa penurunan izin alih fungsi hutan selama era Presiden Joko Widodo, yang mencapai 1,4 juta hektare dari 190 izin, tidak menunjukkan upaya pemerintah yang kuat dalam mencegah deforestasi. Penurunan tersebut lebih disebabkan oleh keterbatasan hutan yang tersedia di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
  • Peningkatan deforestasi saat ini didorong oleh eksploitasi nikel yang merusak hutan di beberapa wilayah di Sulawesi dan Maluku, serta adanya tren peningkatan deforestasi di Papua akibat pemberian izin penggunaan hutan ke wilayah timur.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo menyebut transaksi perdagangan karbon Indonesia hanya mencapai 50 ribu ton CO2 ekuivalen. 

“Ini adalah jumlah yang sangat kecil, agak memalukan sebenarnya. Sumber karbon yang diperdagangkan itu asalnya juga dari industri, kan?” kata Hashim dalam konferensi pers Indonesia Green Energy Investment Dialogue yang diadakan Kadin dan Katadata Green di St. Regis, Jakarta, Kamis (27/2). 

Otoritas Jasa Keuangan mencatat, volume transaksi perdagangan karbon internasional pada Bursa Karbon Indonesia (Indonesia Carbon Exchange/IDX Carbon) mencapai 49.545 ton CO2 ekuivalen (tCO2e) per 24 Februari 2025. 

Hashim menjelaskan, kredit karbon yang diminati menurut para ahli adalah solusi berbasis alam. Ia pun telah menggelar rapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan beberapa pekan lalu untuk membahas standar pencatatan karbon.

“Kita harus membuat beberapa perubahan dalam peraturan. Saya pikir Peraturan Presiden yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo harus diamandemen. Itu akan memakan waktu beberapa bulan, mudah-mudahan beberapa minggu,” kata Hashim.

Menurut dia, sejumlah perusahaan asal Inggris sudah menyatakan ketertarikannya di sektor pasar karbon di Indonesia. Guna mengakomodir hal ini, pemerintah sudah sepakat untuk menggunakan standar verifikasi global seperti Vera dan Gold Standard yang juga sudah diakui oleh negara-negara di Asia. 

Ia meyakinkan, hal ini akan menjadi terobosan untuk pasar karbon di Indonesia. Pasalnya, potensi nature based solution di Indonesia sangat besar dengan area hutan, mangrove, dan padang lamun yang luas. 

Regulasi bursa karbon diatur dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...