Resesi Ekonomi, Ancaman di Tengah Pandemi
Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor seperti macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan, atau juga sebaliknya terjadi deflasi. Lalu neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa.
Resesi Akibat Pandemi
Pandemi dan resesi ekonomi punya hubungan erat. Lembaga riset nirlaba asal AS, National Bureau of Economic Research menemukan paling tidak ada dua kejadian flu yang berakhir dengan kejatuhan kondisi ekonomi.
Pertama adalah Flu Rusia pada 1889-1890. Pandemi ini memakan korban hingga satu juta orang secara global. Penyebarannya begitu masif karena berbarengan dengan periode dimulainya operasional kereta api.
(Baca: Resesi Ekonomi yang Lazim Mengiringi Pandemi Besar di Dunia)
Pertama kali ditemukan di Saint Petersburg, dalam waktu empat bulan virus ini menginfeksi banyak orang di belahan bumi bagian utara. Efeknya, resesi pada kawasan itu yang terjadi pada 1890-1891.
Lalu, kejadian Flu Spanyol di akhir Perang Dunia I pada 1918. Pandemi ini menyebabkan jutaan orang meninggal dunia.
Tapi tentu saja tak semua wabah menyebabkan resesi. Virus sindrom pernapasan akut atau SARS pada 2002 sampai 2003 yang menyerang daratan Tiongkok dan Hong Kong, tak sampai merusak tatanan ekonomi global.
Pelajaran dari Resesi
Resesi terakhir adalah yang terjadi di sebagian negara Eropa pada periode 2008-2009. Kondisi tersebut juga sempat membuat ekonomi Indonesia melemah, meski tak separah saat krisis 1998.
Investopedia menyebut, ada satu pelajaran utama dari setiap resesi. Pelajaran itu adalah resesi selalu diikuti rebound di pasar saham. Maka, ini adalah kesempatan bagi pelaku pasar untuk mengatur ulang portofolio agar bisa meraih keuntungan sebesar-besarnya saat kondisi pulih.