Memahami 4 Bentuk Fasilitas Tax Allowance di Indonesia
Seperti diketahui, investasi merupakan salah satu kunci percepatan dan peningkatan pembangunan suatu negara. Selain itu, investasi juga memiliki peran untuk mengakselerasi perekonomian nasional.
Untuk mendorong arus investasi masuk, pemerintah Indonesia telah memberikan berbagai macam fasilitas. Salah satu di antaranya adalah, fasilitas perpajakan berupa tax allowance.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendefinisikan tax allowance sebagai bentuk insentif yang ditawarkan kepada para investor, yang melakukan penanaman modal baru, memperluas usaha di bidang-bidang tertentu dan/atau di daerah tertentu.
Sekilas Pengaturan Tax Allowance
Secara umum, ketentuan tax allowance diatur dalam Pasal 31A Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) seperti telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), beserta aturan turuannya.
Sementara, turunan tax allowance terdiri dari dua. Pertama, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.
Kedua, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.010/2020 tentang Perubahan atas PMK 11/PMK.010/2020. PMK ini merupakan aturan pelaksanaan PP 78/2019.
Bentuk Fasilitas Tax Allowance
Berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) huruf a sampai d PP 78/2019, terdapat 4 bentuk fasilitas tax allowance yang diberikan kepada wajib pajak badan yang menanamkan modal di bidang usaha tertentu atau daerah tertentu.
Pertama, pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari nilai penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama.
Fasilitas pengurangan penghasilan ini tersebut diberikan secara bertahap selama enam tahun. Wajib pajak badan setiap tahunnya akan memperoleh pengurangan penghasilan neto sebesar 5%.
Kedua, penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal.
Berdasarkan PP 78/2019, perincian masa manfaat dan tarif penyusutan atas aktiva tetap berwujud dalam fasilitas tax allowance adalah sebagai berikut.
Kelompok Aktiva Tetap Berwujud | Masa Manfaat | Tarif Penyusutan | |
Garis Lurus | Saldo Menurun | ||
Bukan Bangunan Kelompok I | 2 Tahun | 50% | 100% |
Bukan Bangunan Kelompok II | 4 Tahun | 25% | 50% |
Bukan Bangunan Kelompok III | 8 Tahun | 12,5% | 25% |
Bukan Bangunan Kelompok IV | 10 Tahun | 10% | 20% |
Bangunan Permanen | 10 Tahun | 10% | - |
Bangunan Tidak Permanen | 5 Tahun | 20% | - |
Sementara, masa manfaat dan tarif penyusutan terhadap aktiva tidak berwujud dalam fasilitas tax allowance, adalah sebagai berikut.
Kelompok Aktiva Tidak Berwujud | Masa Manfaat | Tarif Amortisasi | |
Garis Lurus | Saldo Menurun | ||
Kelompok I | 2 Tahun | 50% | 100% |
Kelompok II | 4 Tahun | 25% | 50% |
Kelompok III | 8 Tahun | 12,5% | 25% |
Kelompok IV | 10 Tahun | 10% | 20% |
Ketiga, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10%, atau tarif yang lebih rendah berdasarkan pada perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dengan pemerintah. Keempat, kompensasi kerugian yang lebih dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
Berdasarkan Pasal 6 Ayat (2) UU PPh, apabila wajib pajak mengalami kerugian fiskal pada suatu tahun pajak, kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun.
Wajib pajak dapat diberikan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian lebih dari 5 tahun, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Penambahan masa kompensasi kerugian tersebut diberikan apabila wajib pajak memenuhi persyaratan tertentu.
Adapun, penambahan jangka waktu kompensasi kerugian selama satu tahun diberikan kepada wajib pajak badan yang memenuhi persyaratan berikut ini.
- Penanaman modal pada bidang usaha tertentu dan/atau bidang usaha tertentu dan di daerah tertentu.
- Penanaman modal dilakukan di kawasan industri dan/atau kawasan berikat.
- Penanaman modal dilakukan ada bidang energi baru dan terbarukan.
- Wajib pajak mengeluarkan biaya infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di lingkungan usaha paling sedikit Rp 10 miliar.
- Wajib pajak menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% paling lambat tahun pajak ke-2.
- Wajib pajak menambah paling sedikit 300 tenaga kerja Indonesia, dan mempertahankan jumlah tersebut selama empat tahun berturut-turut.
Sementara, penambahan jangka waktu kompensasi kerugian selama dua tahun diberikan kepada wajib pajak badan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut.
- Wajib pajak menambah paling sedikit 600 tenaga kerja Indonesia, dan mempertahankan jumlah tersebut selama empat tahun berturut-turut.
- Wajib pajak mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri, dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% dari jumlah penanaman modal dalam jangka waktu lima tahun.
- Melakukan ekspor paling sedikit 30% dari total nilai penjualan dalam satu tahun pajak, untuk penanaman modal di bidang usaha yang dilakukan di luar kawasan berikat.
Sebagai informasi, berdasarkan Pasal 3 Ayat (2) PP 78/2019, tambahan kompensasi atas penanaman modal pada bidang usaha tertentu dan/atau bidang usaha tertentu, serta yang dilakukan di kawasan industri dan/atau kawasan berikat, diberikan atas kerugian pada tahun pajak pertama, kedua, dan/atau ketiga sejak saat mulai berproduksi komersial.
Sementara, tambahan kompensasi kerugian selebihnya, diberikan atas kerugian yang terjadi sampai dengan jangka waktu pemanfaatan insentif pengurangan penghasilan neto sebesar 30% berakhir. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (3) PP 78/2019.