Kisah William Soeryadjaya Bangun Astra, Tumbang Terseret Bank Summa

Intan Nirmala Sari
28 September 2021, 11:40
Astra, William Soerdjaja, profil tokoh, Grup Astra
Arief Kamaludin | Katadata
Astra

Rupanya usahanya belum cukup untuk menafkahi saudara-saudaranya. William kemudian membuka kios di Bandung dan menjual barang-barang kebutuhan pokok, seperti gula, minyak, beras, dan kacang. Di Bandung, dia bertemu dengan Lili Anwar, wanita yang dinikahinya pada 1947.

Baru menikah dua minggu, William memutuskan untuk memboyong istrinya ke Belanda. Saat itu, adik William yakni Kian Tie mendapatkan beasiswa pendidikan di Universitas Amsterdam. William pun melanjutkan pendidikannya di Negeri Kincir Angin, sekaligus mengajarkannya ilmu penyamakan kulit.

Selang setahun pernikahan, pada 1948, Lili melahirkan anak pertamanya dengan nama Edward Soeryadjaya di Belanda. Keluarga kecil tersebut hidup cukup sederhana di rantau, hingga pada 1949, mereka akhirnya kembali ke Indonesia.

Di Tanah Air, William mulai menjalankan usaha penyamakan kulit yang dipelajarinya selama di Belanda. Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Lili turut membantu keuangan keluarga dengan berjualan alat tulis, makanan, serta veld bed (ranjang lipat).

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, bisnis penyamakan kulit William gagal. Tak patah arang, dia pun membantu istrinya untuk menjalankan usaha veld bed.

Kemudian, pada 1952 William bersama dengan iparnya, Tjoat Hoan mendirikan CV Sanggabuana, yang bergerak di bidang ekspor-impor. Sanggabuana memasok produk kertas, besi, hingga semen dan alas beton.

Butuh perjuangan besar membangun perusahaan tersebut, di tengah kebijakan program Benteng, yang  membuat bisnis Sanggabuana tidak berjalan mulus. Saat itu, banyak pengusaha pribumi yang akhirnya menjual lisensi bisnis mereka ke pengusaha asing. Akhirnya, pada 1956 Sanggabuana berulang kali mengganti direksi dengan alasan ketidakcocokan dan ketidakcakapan pengelola.

Setelah bergonta-ganti pengelola, mitra kerja William yang dikabarkan dekat dengan presiden Soekarno, berniat mengambil alih Sanggabuana. Singkat cerita, berbagai cara dilakukan termasuk melaporkan William dengan tuduhan penggelapan pajak.

William kemudian dijebloskan ke penjara Banceuy, Bandung. Hanya sebulan mendekam di buih, William kemudian bebas karena kurangnya bukti penggelapan pajak, seperti yang dituduhkan sebelumnya. 

Masa Kejayaan dan Kejatuhan

Astra sempat terpilih menjadi salah satu pemasok bahan bangunan berupa pipa, baja, dan karet untuk pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga air Waduk Jatiluhur pada 1964.

Pasca kekuasaan Orde Lama berlalu, Astra kemudian mengembangkan bisnisnya dan masuk ke usaha otomotif, alat-alat berat, dan alat-alat teknik. Pada 1966, Astra dipercaya menjadi importir 80 ribu aspal dari Marubeni Corporation dan mengimpor 800 unit truk merk Chevrolet buatan General Motors Co.

Selang 20 tahun lebih, tepatnya pada 1992 kondisi Astra nyaris jatuh ketika Bank Summa milik si sulung Edward Seoryadjaya tidak berjalan mulus. Bisnis anak William tersebut mengalami goncangan karena sistem manajemen yang buruk, serta liberalisasi perbankan yang membuat Bank Summa tersungkur.

Bank Summa terjerat kredit macet sebesar Rp 1,2 triliun dan utang hingga Rp 500 miliar. Pemerintah dengan cepat melikuidasi Bank Summa pada 14 Desember 1992. Saat itu, William harus melepaskan 100 juta lembar saham Astra miliknya demi menyelamatkan bisnis Edward.

Dilansir dari artikel Majalah Tempo berjudul Malam yang Menenggelamkan Soeryadjaya, William percaya bahwa sejak awal, "yang diincar sebenarnya Astra (robohnya Summa), itulah awal kejatuhan kami".

William menghembuskan napas terakhirnya pada 2 April 2010 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan.

Penyumbang bahan: Nada Naurah (Magang)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...