Jejak XL, dari Negeri Jiran hingga Bersiap Merger

Intan Nirmala Sari
14 Oktober 2021, 08:50
XL, XL Axiata, saham EXCL, Profil perusahaan
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
(dari kiri) Head Mass Segment Monetization XL Axiata Faisal Farid, Group Head Mass Segment XL Axiata Bernard Ho, Chief Marketing Officer XL Axiata David Arcelus Oses dan Group Head Commercial GTM XL Axiata Rahmadi Mulyohartono berpose pada sesi foto saat peluncuran paket baru "Xtra Kuota Zero" di Jakarta, Senin (23/9/2019).

Sumber pendapatan XL Axiata lainnya berasal dari bisnis non-data yang berkontribusi 8,6 % atau setara Rp 1,12 triliun per Juni 2021. Sayangnya, jika membandingkan dengan kinerja perusahaan per Juni 2020, sektor bisnis ini mencatatkan penurunan 27,27 % dari level Rp 1,54 triliun.

Sementara itu, total beban operasi perusahaan justru meningkat 10 % per Juni 2021 menjadi Rp 11 triliun. Sedangkan pada Juni 2020, total beban operasi XL Axiata berada di level Rp 9,9 triliun.

Rinciannya, 44,5 % atau setara Rp 4,9 triliun merupakan beban penyusutan, disusul beban infrastruktur 35,72 % setara Rp 3,9 triliun. Kedua beban operasi tersebut masing-masing mencatatkan penurunan 4 % dan 4,8 % per Juni 2021, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan untuk beban penjualan yang berkontribusi 10,54 % atau Rp 1,16 triliun mencatatkan kenaikan 31,18 %.

Meningkatnya beban operasi dan terkoreksinya pendapatan membuat perusahaan dengan kode saham EXCL ini harus membukukan penurunan laba bersih sebanyak 59 % menjadi Rp 716 miliar per Juni 2021. Padahal, periode yang sama tahun lalu, laba emiten telekomunikasi tersebut masih bertengger di level Rp 1,75 triliun.

Awal Mula XL Axiata

Sebelum memakai nama PT XL Axiata, perusahaan itu dikenal sebagai PT Grahametropolitan Lestari yang berdiri sejak 6 Oktober 1989. Mulanya, perusahaan itu bergerak di bidang perdagangan dan jasa umum.

Selang enam tahun kemudian, perusahaan mengambil langkah penting dengan melakukan kerja sama antara Rajawali Group yang merupakan pemegang saham PT Grahametropolitan Lestari, dan beberapa investor asing. Melalui kolaborasi tersebut, nama perusahaan kemudian berubah menjadi PT Excelcomindo Pratama, dengan bisnis utama di bidang penyediaan layanan telepon dasar.

Pada 1996, XL memasuki bisnis sektor telekomunikasi setelah mendapatkan izin operasi GSM 900 dan meluncurkan layanan GSM. Dengan demikian, XL menjadi perusahaan swasta pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telepon seluler.

Singkat cerita, 29 September 2005 XL Axiata melantai di BEI dan menjadi perusahaan publik menggunakan kode emiten EXCL. Sekitar 1,43 miliar lembar saham ditebar di bursa Tanah Air seharga Rp 2.000 per saham. Pada saat itu, XL merupakan anak perusahaan Indocel Holding Sdn. Bhd., yang sekarang dikenal sebagai Axiata Investments (Indonesia) Sdn. Bhd.

Adapun seluruh saham Axiata Investments saat itu dimiliki TM International Sdn. Bhd. (TMI) melalui TM International (L) Limited. Pada tahun 2009, TMI berganti nama menjadi Axiata Group Berhad (Axiata) dan di tahun yang sama PT Excelcomindo Pratama Tbk berganti nama menjadi PT XL Axiata Tbk, untuk kepentingan sinergi.

Melansir keterbukaan informasi BEI, per September 2021 mayoritas saham XL dimiliki oleh Axiata Investments (Indonesia) Sdn. Bhd sebanyak 66,13 % atau 7,1 miliar lembar saham. Adapun 33,3% atau 3,6 miliar lembar saham dikuasai publik, dan 0,53% atau 56,49 juta lembar merupakan saham treasury.

Pada perdagangan Rabu (13/10) saham EXCL ditutup koreksi 2,48 % ke level Rp 3.180 per saham, berdasarkan data RTI. Sedangkan sepanjang 2021, saham emiten telekomunikasi ini sudah mencatatkan kenaikan sebanyak 15,38%. Bahkan dalam setahun terakhir, harga saham EXCL tercatat tumbuh 50,72 %.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...