Peringatan Tritura 10 Januari: Ketika Soekarno Terjepit Hiperinflasi

Amelia Yesidora
10 Januari 2023, 15:44
Pekerja menyelesaikan pemindahan monumen Tritura atau tugu 66 di Taman Menteng, Jakarta, Senin (8/8/2022). Pemprov DKI Jakarta memindahkan tugu 66 dari kawasan jalan Rasuna Said, Kuningan ke Taman Menteng karena tertutup halte busway dan terhalang stasiun
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Pekerja menyelesaikan pemindahan monumen Tritura atau tugu 66 di Taman Menteng, Jakarta, Senin (8/8/2022).

Selepas pembacaan Tritura, Chaerul Saleh berjanji akan menyampaikan tuntutan itu pada Bung Karno. Sebenarnya, mahasiswa mendesak agar Soekarno melaksanakan tuntutan tersebut di hari yang sama, namun presiden tidak bisa melakukan itu. Meski mahasiswa kemudian bubar, namun api unjuk rasa ini kian menyebar ke berbagai daerah, mendesak hingga Tritura dilaksanakan seutuhnya.

Catatan Tempo pada 1984 menuliskan aksi selanjutnya tidak melulu demonstrasi di jalan. Mahasiswa pun banyak yang melakukan mogok kuliah. Di sinilah posisi pemerintahan makin tersudut dan Soekarno membentuk Barisan Soekarno untuk menandingi KAMI. 

Selain itu, Soekarno cemas akan adanya potensi pemakzulan oleh para demonstran. Soekarno pun mengundang delegasi mahasiswa datang ke Sidang Kabinet Dwikora pada 15 Januari 1966 di Istana Bogor. 

Sayangnya, KAMI bukan satu-satunya yang diundang ke sidang tersebut. Turut serta juga Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) versi Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dipimpin Ali Sastroamidjojo dan Surachman. Dalam buku Soe Hok Gie yang berjudul Zaman Peralihan, partai yang dikenal dengan sebutan “PNI-Asu”--akronim pemimpinnya, cenderung berhaluan kiri dan dekat dengan Soekarno. 

Dalam rapat ini, Soekarno tidak mau disalahkan atas melonjaknya harga, karena menurutnya itu adalah dampak blunder dari kebijakan ekonomi pemerintah. Selain itu, presiden mengkritik cara KAMI dan demonstran lain melancarkan unjuk rasa. Hasil rapat ini akhirnya tidak memuaskan para mahasiswa.

Kemudian pada 21 Februari 1966, Soekarno mengumumkan reshuffle Kabinet Dwikora. Meski sesuai dengan tuntutan Tritura, tetapi aksi ini justru menambah kesal para demonstran. Pasalnya, masih ada beberapa tokoh kiri yang masuk ke kabinet. Lalu presiden pun masih membela PKI dengan mengatakan,

“Justru PKI-lah yang pertama menuntut perombakan Kabinet Dwikora, lebih dulu ketimbang KAMI,” kata Budi Setiyono dan Bonnie Triyana dalam Revolusi Belum Selesai.

Api demonstrasi ini kian tersulut pada 24 Februari 1966 ketika seorang mahasiswa tewas tertembak saat melakukan demonstrasi di Istana. Nama martir ini ialah Arief Rahman Hakim, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang tewas di usia 23 tahun. 

Dalam berbagai catatan diketahui jaket almamater Arief yang berlumuran darah, nyaris tiap hari diarak dalam setiap aksi demonstrasi. Simbol ini kian memanaskan suasana dan meningkatkan kebencian demonstran pada pemerintah. 

Orde Baru Hasil Tritura

Soekarno kian terjepit atas tuntutan dan aksi yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Akhirnya ia mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 yang dikenal dengan nama Supersemar. 

Surat ini mengangkat Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) kala itu untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban negara. Nama dari panglima ini adalah Soeharto. Dengan surat tersebut, Orde Baru pun lahir. Meski pada akhirnya Orde Baru pun tumbang dengan cara sama, yakni aksi mahasiswa. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...