Pasang Surut Lokananta, Tonggak Lorong Waktu Musik Indonesia

Amelia Yesidora
5 Juni 2023, 17:15
Pengunjung mengamati koleksi Museum Lokananta di Solo, Jawa Tengah, Senin (25/11/2019).
ANTARA FOTO/Maulana Surya
Pengunjung mengamati koleksi Museum Lokananta di Solo, Jawa Tengah, Senin (25/11/2019).

Nafas baru ditiupkan ke Lokananta, studio rekaman bersejarah Indonesia di bawah Perum Percetakan Negara RI. PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang bertanggungjawab atas revitalisasi Lokananta telah menujuk M Bloc Group sebagai operator saksi sejarah musik Indonesia tersebut. 

“Lokananta tidak hanya akan menjadi pabrik piringan hitam atau penyedia jasa studio rekaman, tetapi menerapkan pola placemaking yang akan kami lakukan di M Bloc,” ukar CEO Lokananta Wendi Putranto di Solo, Jumat (2/6), dilansir dari Antara.

Merayakan kembalinya Lokananta, pengelola mengadakan Revitalisasi Festival Lokananta pada 3 hingga 4 Juni 2023 lalu. Dalam perhelatan ini, tampil artis berbagai generasi. Mulai dari Andien, Fariz RM, White Shoes & Couples Company, hingga Pamungkas.

PRODUKSI KASET PITA LOKANANTA
Produksi kaset pita Lokananta. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww.)

Awal Pendirian Lokananta

Lokananta dikenal sebagai pionir studio rekaman di Indonesia yang didirikan oleh Kepala Jawatan Radio Republik Indonesia R. Maladi pada 29 Oktober 1956. Awalnya perusahaan berdiri untuk merekam materi siaran RRI dalam bentuk piringan hitam. Kemudian materi ini akan disebarkan ke 26 stasiun RRI di Indonesia. 

Gading Pramu Wijaya dalam Lokananta Arsip Sejarah Musik Indonesia menulis RRI kemudian menjual produksi piringan hitam yang berisi lagu daerah pada masayarakat umum dengan merek dagang Lokananta. Penggagasnya, tidak lain tidak bukan, adalah Soekarno, presiden pertama RI. 

“Waktu itu, pidato terkenal dari Bung Karno: kenapa anak-anak muda main musik rock n roll? Dia bilang, mainkan musik Indonesia,” kata CEO Lokananta Wendi Putranto. 

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 215 Tahun 1961, Studio Lokananta berubah status menjadi Perusahaan Negara (PN) Lokananta. Dari sinilah Lokananta mulai menjadi label rekaman yang fokus memproduksi lagu daerah. 

Kendati menjadi pelopor studio rekaman, Lokananta tidak terletak di ibukota. Gedung utamanya berdiri di Jalan Ahmad Yani Nomor 379, Kecamatan Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah. Nama gedung ini diambil dari bahasa Sansekerta, artinya gamelan dari khayangan yang bersuara merdu. 

Festival Lokananta Tandai Kembalinya Studio Rekaman Pertama di Indonesia sebagai Sentra Kreativitas Musisi, Seniman, dan UMKM
Festival Lokananta Tandai Kembalinya Studio Rekaman Pertama di Indonesia sebagai Sentra Kreativitas Musisi, Seniman, dan UMKM (Danareksa)

Pasang Surut Lokananta

Perhelatan Asian Games ke-4 pada Agustus 1962 turut memperkuat posisi PN Lokananta. Indonesia sebagai tuan rumah masa itu memproduksi piringan hitam yang berisi rekaman musik lokal yang dijual sebagai cendera mata peserta Asian Games.

Melansir laman Indonesia.go.id, Waldjinah adalah musisi pertama yang memproduksi musik di sana di usia 12 tahun. Pada 1959, Waldjinah membawakan lagu Kembang Katjang karya pencipta Bengawan Solo, Gesang. 

Banyak legenda musik Indonesia tercatat merekam lagunya di sini, seperti Gesang, Adi Bing Slamet, Waldjinah, dan TItiek Puspa. Lagu legenderasi Gesang seperti Bengawan Solo dan Jembatan Meraah pun diproduksi di sini. 

Dapur rekaman ini mengalami masa jaya-jayanya di era 1970 hingga 1980-an, hingga menjadi pusat rekaman audio kaset dan penggandaan film terbesar di Indonesia. Beralih dari piringan hitam, Lokananta mulai memproduksi kaset sejak 1972. Sepuluh tahun kemudian, terbentuklah unit penggandaan film dalam format pita magnetik Betamax dan VHS. 

Sayangnya pada 1990-an, produksi audio mulai dilakukan dengan format compact disc (CD), meninggalkan kaset yang biasa diproduksi Lokananta. Di sinilah nama Lokananta mulai redup, hingga pada 2004 perusahaan diambil alih oleh Perum Percetakan Negara RI. Kini namanya adalah PNRI Cabang Surakarta–Lokananta.

Tercatat sekitar 53 ribu keping piringan hitam dan 5.670 master rekaman bersejarah tersimpan di Lokananta. Termasuk di antaranya suara asli Soekarno saat membacakan teks Proklamasi. 

PRODUKSI KASET PITA LOKANANTA
Produksi kaset pita Lokananta. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww.)

Enam Bulan Revitalisasi

Tonggak musik Indonesia tersebut mulai direvitalisasi sejak 2022 lalu, oleh Kementerian BUMN, melalui PT Danareksa dan PT Perusahaan Pengelola Aset alias PPA. Tahap awal revitalisasi ditandai dengan Lokananta Reload pada 27 November 2022 dan selesai dalam waktu enam bulan.

Kini, kawasan seluas 2,1 hektare ini memiliki tujuh arena, termasuk Galeri Lokananta, Studio Rekaman Lokananta, Lokananta Live Hoouse, dan Panggung Amphitheater Lokananta. Selain itu, ada area ritel makanan dan minuman, taman lingkar Lokananta, serta area ritel kreatif non-makanan dan minuman. 

Musisi Addie Muljadi Sumaatmadja alias Addie MS turut mengapresiasi upaya revitalisasi ini. Ia menyebut, ini adalah bukti nyata negara memperhatikan sejarah dan menyelamatkan harta karun musik Indonesia. 

Ia berharap revitalisasi ini bisa berlanjut hingga reproduksi musik Lokananta. Bahkan dokumen foto yang sudah kusam disimpan di sana, menurut Addie bisa direkonstruksi dengan teknologi artificial intelligence

“Indonesia saat ini tak akan bisa mempelajari dan menikmati musik apabila Lokananta tidak ada,” ujar Addie MS, dilansir dari Antara.

Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...