Jejak Bisnis Timah di Bangka Belitung, dari Era Kolonial hingga Kini

Image title
3 April 2024, 10:00
Timah
Dok. PT Timah Tbk
Ilustrasi, pekerja PT Timah Tbk menunjukkan hasil produksi berupa batangan logam timah.
Button AI Summarize

Beberapa pekan terakhir publik dibuat geram karena kasus korupsi tata niaga timah, yang yang menjerat 16 tersangka sejak Oktober 2023, termasuk sederet public figure, seperti pengusaha timah Bangka Tengah Tamron, crazy rich Pantai Indah Kapuk Helena Lim, dan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Bagaimana publik tidak geram, korupsi yang berlangsung sejak 2015 hingga 2022 tersebut, ditenggarai merugikan negara sebesar Rp 271 triliun. Kerugian yang ditimbulkan ini, terbagi menjadi kerugian lingkungan ekologis, kerugian ekonomi lingkungan, dan biaya pemulihan lingkungan.

Dengan predikat penghasil timah terbesar kedua di dunia, dengan lebih dari 90% produksi berasal dari Bangka, tak heran komoditas ini menjadi incaran karena mampu mendatangkan keuntungan yang besar. Komoditas ini pula yang membuat Belanda mati-matian menancapkan pengaruhnya di Bangka Belitung, hingga memaksa penguasa setempat memberikan hak monopoli.

Sejarah Bisnis Timah di Bangka Belitung

Daerah galian tambang timah di Muntok, Pulau Banka, 1925
Daerah galian tambang timah di Muntok, Pulau Bangka, 1925 (Arsip Nasional Republik Indonesia/ANRI)

Pemanfaatan timah di Bangka memang telah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. Para ilmuwan meyakini, penambangan timah di wilayah Bangka telah ada sejak abad ke-7 Masehi. Hal ini disimpulkan dari Prasasti Kota Kapur, di muara Sungai Mendu, Bangka Barat, peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Namun, pemanfaatan timah skala besar di wilayah ini baru terjadi mulai akhir abad ke-17 Masehi, ketika Bangka berada di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang.

Berdasarkan catatan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), kala itu Kesultanan Palembang mengikat perjanjian dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Kongsi Dagang Hindia Timur. Perjanjian yang dimaksud, pada intinya menyebutkan bahwa Kesultanan Palembang memberikan hak monopoli perdagangan timah di Bangka dan Belitung, serta tidak akan menjalin kerja sama dengan kongsi dagang bangsa lain.

Adapun, kontrak penjualan timah secara eksklusif kepada VOC, baru dilakukan pada 1710. Dalam kontrak tersebut, disebutkan bahwa Kesultanan Palembang harus menyediakan timah sebanyak 30.000 pikul, dalam bentuk hasil peleburan sederhana yang ukurannya sebesar tempurung kelapa.

Untuk mendorong produksi timah, pada 1724 Sultan Mahmud Bahaduruddin I mendatangkan pekerja dari Cina, yang membawa inovasi sistem kolong pada penambangan. Sebelumnya, penambangan timah hanya dilakukan di permukaan saja, sehingga hasil produksinya sedikit. Sejak masa kolonial inilah, eksplorasi penambangan timah mulai dilakukan secara besar-besaran.

Pengambilalihan Bisnis Tambang Timah oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda

Meski terikat oleh kontrak eksklusif dengan VOC, saat itu Kesultanan Palembang masih memiliki kekuasaan penuh dalam pengelolaan tambang-tambang timah di Bangka dan Belitung. VOC hanya sesekali bertindak sebagai pemberi pinjaman.

Peran pemerintah setempat berkurang, bahkan hilang ketika pemerintah kolonial Hindia Belanda mengambil alih bisnis tambang timah di wilayah ini pada 1819, tiga tahun sesudah Hindia Timur, termasuk Bangka dan Belitung, diserahkan dari Inggris kepada Belanda.

Catatan ANRI menunjukkan, pada tahun itu pula berdiri tiga perusahaan pengolahan timah, yakni Singkep Tin Exploitatie Maatschappij, Tin Winning Bedrijf, dan Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Billiton di wilayah Bangka dan Belitung.

Saat diambil alih oleh pemerintah kolonial inilah, penambangan timah di Bangka dilakukan lebih masif, dengan menggunakan metode open pit menggunakan pompa semprot atau gravel pump. Metode ini, pada dasarnya menyemprotkan air berkecepatan tinggi pada endapan bahan galian agar terlepas.

Eksplorasi dan eksploitas timah di Bangka pada masa pemerintahan kolonial terus dilakukan, meski produksinya berfluktuasi. Pasalnya, kemurnian timah dari Bangka memiliki reputasi tersendiri di Eropa.

Pada dekade 1920-an, bisnis timah semakin rapi dengan memasukkan pengelolaan tambang di bawah pengawasan Departement van Gouvernementsbedrijven. Ini merupakan departemen dengan fungsi seperti Kementerian BUMN saat ini.

Pemerintah kolonial juga memperkenalkan teknologi baru dalam proses peleburan timah, yakni menggunakan oven listrik serta mendirikan laboratorium untuk pengujian kadar timah.

Dalam proses peleburan, pemerintah kolonial melalui perusahaan milik negara menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan swasta. Misalnya, dengan N.V. Nederlandsch Indisch Metallurgische Bedriyven, untuk kegiatan peleburan bijih timah di Bangka dan Belitung.

Meski demikian, dalam perjalanannya permintaan timah internasional mengalami ketidakstabilan, terutama pasca Perang Dunia I. Ditambah lagi di Amerika Serikat (AS) terjadi depresi ekonomi pada 1930.

Hal ini menyebabkan perekonomian di Hindia Belanda terpuruk. Ketiadaan modal membuat bisnis timah seolah mati suri, karena produksi timah saat itu sudah mulai memakai teknologi baru yang memerlukan banyak modal.

Perang Dunia II yang diiringi dengan kedatangan Jepang makin membuat suram bisnis timah di Hindia Belanda. Saat itu, pertambangan timah diambil alih oleh Mitsubishi Kabushiki Kaisha, namun Jepang tak serius menggarap bisnis timah, sehingga produksinya sangat sedikit.

Apalagi di Bangka dan Belitung muncul gerakan anti-Jepang, sehingga banyak terjadi penghancuran aset-aset perusahaan timah. Rusaknya peralatan atau mesin-mesin tambang, dan tidak adanya suku cadang, membuat produksi kian sulit.

Areal pertambangan timah di Pulau Bangka, 1928
Areal pertambangan timah di Pulau Bangka, 1928 (Arsip Nasional Republik Indonesia/ANRI)

Nasionalisasi: Pertambangan Timah Dikuasai Sepenuhnya oleh Republik Indonesia

Pasca memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pertambangan timah sejatinya merupakan salah satu fokus pemerintah Indonesia yang baru berdiri.

Namun, gerak pemerintah kala itu terhadang kembalinya Belanda yang membonceng tentara sekutu. Belanda yang ingin kembali menguasai penambangan timah, mengaktifkan perusahaan negara kolonial Hindia Belanda, yakni Tin Winning Bedrijf, untuk kembali mengeksploitasi timah di Bangka.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...