Meski Ekspor Baja Naik Hampir 300%, Krakatau Steel Terus Merugi
Kinerja keuangan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) tercatat makin tertekan pada semester I-2019 dengan membukukan rugi periode berjalan senilai US$ 137,9 juta (sekitar Rp 1,9 triliun dengan kurs Rp 14.117 per dolar AS). Pada periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy), sebenarnya perusahaan baja milik pemerintah ini juga membukukan kerugian namun hanya US$ 16 juta.
Dalam laporan keuangan tidak diaudit yang dirilis pada Kamis (31/7), rugi Karakatau Steel makin membengkak karena pendapatan neto perusahaan turun hingga 17,8% menjadi US$ 702,0 juta dari US$ 854,2 juta secara tahunan. Meski beban pokok pendapatan ikut turun, namun laba bruto Krakatau Steel tetap turun hingga 76,1% menjadi US$ 23,9 juta dari US$ 100,9 juta.
Turunnya pendapatan neto Krakatau Steel pada enam bulan pertama tahun ini karena penjualan produk baja untuk keperluan lokal melemah 28,3% menjadi hanya US$ 523,7 juta. Namun, penjualan produk baja ekspor Krakatau Steel meningkat hingga 296% menjadi US$ 66,1 juta dari US$ 16,7 juta secara yoy.
Pendapatan dari jasa pengelolaan pelabuhan yang dimiliki perusahaan, tercatat naik 28,1% menjadi US$ 42,9 juta pada semester I-2019 secara tahunan. Pendapatan dari bisnis real estate dan perhotelan juga tercatat meningkat 10,5% menjadi US$ 8,2 juta. Namun, pendapatan dari rekayasa dan konstruksi turun hingga 30,8% menjadi US$ 13,1 juta dari US$ 19,0 juta secara yoy.
(Baca: Baja Indonesia Kalah dari Tiongkok, Pemerintah Belum Bisa Batasi Impor)
Adapun, pada semester lalu tercatat perusahaan mengalami rugi operasi senilai US$ 70,7 juta, padahal di periode yang sama tahun lalu Krakatau Steel masih mencatatkan laba operasi senilai US$ 9,34 juta. Rugi operasi ini disebabkan oleh kenaikan beberapa pos beban, seperti beban umum dan administrasi menjadi US$ 81,8 juta dari US$ 76,5 juta secara yoy. Maupun beban operasi lainnya yang naik menjadi US$ 11,7 juta dari US$ 6,8 juta secara yoy.
Tercatatnya rugi operasi tersebut juga disebabkan oleh turunnya penjualan limbah produksi sebesar 62% menjadi US$ 871 ribu. Padahal pada pos pendapatan operasi lainnya, tercatat pada semester lalu melonjak hingga 138,4% menjadi US$ 11,9 juta.
Rugi yang makin membengkak ini juga disebabkan oleh naiknya catatan rugi dari entitas asosiasi dan ventura bersama sebesar 73% menjadi US$ 16,7 juta dari yang hanya US$ 9,6 juta secara yoy. Selain itu, mereka juga tertekan karena mengalami rugi selisih kurs hingga US$ 15,4 juta, padahal di periode yang sama tahun lalu Krakatau Steel tercatat mengantongi laba selisih kurs senilai US$ 32,6 juta.
(Baca: Krakatau Steel Ekspor Baja ke Australia 60 Ribu Ton per Tahun)
Total liabilitas jangka pendek perusahaan pada semester lalu tercatat naik sedikit 4% menjadi US$ 1,66 miliar. Total liabilitas jangka pendek tersebut berasal dari pinjaman jangka pendek Krakatau Steel yang turun 0,44% menjadi US$ 1,12 miliar.
Selain itu, yang berkontribusi pada total liabilitas jangka pendek ini adalah utang usaha. Tercatat utang usaha kepada pihak ketiga pada semester I-2019 turun hingga 14,5% menjadi US$ 114 juta dari US$ 134 juta. Sementara, utang usaha dari pihak berelasi turun tipis 0,6% menjadi US$ 86,9 juta. Selain itu, utang lain-lain dari pihak ketiga turun hingga 25,5% menjadi US$ 15,3 juta. Utang lain-lain dari pihak berelasi juga turun 27,5% menjadi US$ 4,3 juta.
Namun, tercatat adanya kenaikan pada bagian pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun yang melonjak 48,9% menjadi US$ 183,8 juta dari US$ 123,3 juta. Dengan kenaikan tersebut, pinjaman jangka panjang setelah dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun, tercatat turun 5,12% menjadi US$ 770,1 juta.
Dengan beberapa catatan tersebut, total liabilitas Krakatau Steel pada semester pertama tahun ini naik 2,9% secara tahunan menjadi US$ 2,57 miliar. Namun, total liabilitas dan ekuitas perusahaan tercatat turun 0,65% menjadi US$ 4,27 miliar. Total ekuitas perusahaan tercatat turun 5,67% menjadi US$ 1,69 miliar.