Kisruh Laporan Keuangan, Garuda Akui Belum Terima Bayaran dari Mahata

Image title
7 Mei 2019, 07:35
kisruh laporan keuangan 2018, Garuda Indonesia akui belum terima pembayaran dari Mahata
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Pesawat Garuda di Hangar GMF,  Tanggerang,  Banten (2/3).

Pembayaran tersebut dapat diklasifikan sebagai piutang tidak tertagih, bila ketika dalam assessment, Garuda yakin bahwa tingkat kolektalibilitas piutang tersebut rendah. Ketika kolektabilitasnya rendah, “Maka perseroan akan mengakui beban piutang tak tertagih pada laporan laba-rugi perseroan," demikian tertulis.

(Baca: Dua Komisaris Garuda Indonesia Menilai Perusahaan Harusnya Merugi)

Lantas, apakah terdapat jaminan yang diterima perusahaan dari Mahata? Berdasarkan perjanjian kerja sama, ketentuan mengenai jaminan pelaksanaan dari Mahata yang akan diatur kemudian dalam kesepakatan lebih lanjut (addendum).

Namun, selama belum ada kesepakatan tersebut, yang berlaku dalam perjanjian ini adalah jaminan umum sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1131. "Berarti, jika terjadi wanprestasi, maka secara otomatis harta kekayaan Mahata menjadi jaminan," demikian tertulis.

Adapun Mahata baru berdiri 11 bulan saat Garuda menunjuknya sebagai penyedia jasa. Namun, Garuda menyatakan, Mahata yang merupakan perusahaan startup telah memiliki kontrak kerja sama dengan perusahaan internasional Lufthansa system, Lufthansa Tecnic dan Inmarsat.

“Selain itu, Mahata merupakan perusahaan startup yang didukung oleh induk perusahaan yaitu Global Mahata Group yang memiliki 10 ribu pegawai dengan cakupan bisnis pertambangan timbah, inflight connectivity, dan tenaga keamanan. Nilai bisnis Global Mahata Group secara total adalah US$ 640,5 juta,” demikian tertulis.

Sebelumnya, dua Komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak laporan keuangan Garuda 2018. Mereka menilai pencatatan akuntansi dalam laporan keuangan tersebut tidak sesuai dengan PSAK.

Menurut mereka, seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi tahun berjalan senilai US$ 244,95 juta atau setara Rp 3,45 triliun (kurs Rp 14.100 per dolar AS). Namun, di dalam laporan keuangan malah tercatat memiliki laba tahun berjalan senilai US$ 5,01 juta atau setara Rp 70,76 miliar.

Keberatan dua komisaris Garuda Indonesia tersebut didasarkan pada perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan yang ditanda tangani oleh anak usaha Garuda Indonesia, yakni Citilink Indonesia dengan Mahata. Menurut mereka, komitmen dari Mahata yang sebesar US$ 239,94 juta tidak dapat diakui sebagai pendapatan dalam tahun buku 2018.

Jumlah tersebut termasuk pendapatan dan piutang Mahata terhadap Sriwijaya Air sebesar US$ 28 juta ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar US$ 2,8 juta yang merupakan bagian bagi hasil Garuda Indonesia. Seperti diketahui, perjanjian pengadaan wifi antara Mahata dengan Citilink diperluas ke Grup Garuda Indonesia. Sriwijaya saat ini merupakan bagian dari grup tersebut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...