Alasan BEI Revisi Aturan Delisting dan Relisting Saham
Bursa Efek Indonesia (BEI) merevisi peraturan baru mengenai delisting dan relisting dalam Peraturan Nomor 1-N tentang pembatalan pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting). Dengan aturan baru itu, otoritas bursa membeberkan beberapa ketentuan sebelum mendepak paksa pencatatan saham (forced delisting) dari pasar modal.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan setelah dilakukan revisi, Bursa akan mencatat berapa banyak emiten yang akan didepak dari pasar modal. Dalam beberapa kasus, setelah pengumuman potensi delisting, kata Nyoman, ada perusahaan yang kinerjanya berubah signifikan dan masih memberikan perusahaan tersebut kesempatan.
Meski begitu, Nyoman mengungkapkan delisting bisa terjadi karena permintaan dari perusahaan sendiri atau voluntary delisting. Hal itu terutama bagi perusahaan yang kinerjanya baik tetapi merasa lebih nyaman sebagai perusahaan swasta. Selain itu, terdapat juga delisting secara paksa atau force delisting yakni perusahaan dikeluarkan dari bursa karena tidak memenuhi terhadap ketentuan yang diterapkan Bursa.
Ketentuan itu seperti tidak memenuhi free float yang berdampak pada likuiditas perusahaan. Selain itu, kinerja negatif perusahaan dalam jangka waktu tertentu misalnya ekuitas negatif dan tidak membukukan keuntungan.
“Kemudian dua hal yang berhubungan dengan appraisal performance yang bertahun-tahun kondisi ekuitasnya negatif dan tidak profit ini menjadi perhatian kita,” kata Nyoman kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (7/5).
Terkait force delisting, Nyoman menyebut, hal itu bukan karena masalah legal kinerja negatif keuangan perusahaan. Akan tetapi, kata Nyoman, apabila ada pihak yang melaporkan kebangkrutan terhadap perusahaannya, tentu mereka akan mengambil tindakan.
Ia menegaskan, proses delisting bukanlah keputusan sepihak dari bursa, melainkan melalui serangkaian langkah yang hati-hati.“Di fase itu kita lengkapi untuk mengingatkan kepada mereka apa yang dilakukan, strategi mereka untuk memperbaiki kondisi. Ini bagian dari investor protection,” tambah Nyoman.
Dengan demikian, Nyoman juga menekankan bahwa jika dalam periode yang diberikan perusahaan tidak mampu memperbaiki kondisinya, maka arahnya akan menuju force delisting. Namun, kata Nyoman, perlu diingat bahwa dalam konteks perlindungan investor, perusahaan yang terkena force delisting berkewajiban untuk membeli kembali saham-sahamnya (buyback).
“Jangan goodbye aja ya, dia punya kewajiban, itu termasuk perlindungan bursa dan capital market regulator terhadap investor,” katanya.
Berikut ketentuan baru delisting karena keputusan BEI:
- Kewajiban perusahaan tercatat yang telah disuspensi selama tiga bulan berturut-turut untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik mengenai rencana pemulihan kondisi perusahaan tercatat, dan kewajiban untuk menyampaikan informasi secara berkala mengenai realisasi rencana pemulihan kondisi tersebut setiap 6 bulanan.
- BEI akan mengumumkan potensi delisting bagi perusahaan tercatat yang telah disuspensi selama 6 bulan berturut-turut
- Bagi perusahaan tercatat yang telah diputuskan delisting, wajib mengumumkan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham dalam jangka waktu 1 bulan sejak keputusan delisting sebagaimana dimaksud dalam SEOJK 13/2023.
- Perusahaan tercatat harus melaksanakan pembelian kembali saham dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan efektifnya delisting atau 6 bulan setelah tanggal keterbukaan informasi tersebut.
- Mekanisme pelaksanaan pembelian kembali saham mengacu pada POJK 3/2021 dan SEOJK 13/2023. BEI akan melakukan delisting 6 bulan sejak perusahaan tercatat mengumumkan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham.
- Dalam kondisi tertentu, BEI dapat menentukan tanggal delisting yang lain berdasarkan surat perintah dari OJK, sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan OJK berdasarkan SEOJK 13/2023