Investasi Saham Jeblok, Pengamat Sarankan Asabri Diawasi OJK
OJK dinilai perlu mengawasi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri yang saat ini tengah mengalami masalah terkait investasi saham. Pengamat pun menyarankan Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 102 tahun 2015 yang mengatur pengawasan Asabri perlu diubah lantaran tak memberikan kewenangan pengawasan kepada OJK.
"Asabri tidak tunduk pada OJK, jadi harusnya diamandemen karena sebagai perusahaan asuransi harus diserahkan ke ahlinya," ujar Pengamat Asuransi Hotbonar Sinaga kepada Katadata.co.id, Selasa (14/1).
Dalam pasal 54 PP tersebut dijelaskan bahwa pengawasan Asabri dilakukan oleh pihak internal dan eksternal. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertahanan, Insektorat Pengawasan Umum Mabes Polri, dan Inspektorat Jenderal TNI, Kementerian Keuangan, dan BPK.
Sementara OJK tak termasuk dalam lembaga yang berwenang mengawasi Asabri. Padahal, lembaga yang berdiri tahun 2011 ini memiliki peran penting dalam mengawasi industri keuangan, seperti asuransi.
(Baca: Moeldoko: Selama Saya Jadi Panglima TNI, Tidak Ada Masalah di Asabri)
Asabri kini menjadi sorotan karena hasil investasi pada portofolio saham perusahaan merosot. Kasus yang dialami Asabri disebut banyak pihak serupa dengan PT Asuransi Jiwasraya yang salah menempatkan investasi.
Namun, kedua BUMN tersebut sebenarnya memiliki profil yang berbeda. Asabri merupakan asuransi sosial yang pemegang polisnya terbatas pada anggota TNI, Polri, dan pegawai Kementerian Pertahanan. Sedangkan asuransi Jiwasraya menerbitkan polis untuk masyarakat secara umum.
Hotbonar menjelaskan, pemerintah dapat menyuntikkan dana kepada Asabri jika mengalami masalah keuangan akibat kesalahan penempatan investasi. Pasalnya, portofolio saham BUMN Asuransi tersebut tak bernilai jika dijual.
(Baca: Menteri Pertahanan Prabowo Bakal Usut Kasus Korupsi di Asabri)
Selain itu, dengan menjual saham yang telah dibeli pun tidak akan memberikan dampak postif terhadap keuangannya. Sebab saham lapis dua dan tiga itu tak akan laku terjual. Agar investasinya postif Asabri bisa membeli saham yang berkualitas.
"Sudah terlambat, saham kelas dua bahkan kelas tiga kalau dijual pun tak ada yang beli. Sehinga sulit untuk menutupinya," kata dia.
Ia pun tak menampik adanya dugaan korupsi ataupun kecurangan oleh pihak-pihak terkait. Untuk memastikan hal itu pemerintah perlu bekerja sama dengan BPK untuk melakukan audit investigasi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD telah mendengar isu korupsi di tubuh Asabri. Tak tanggung-tanggung, dia mengatakan jumlahnya di atas Rp 10 triliun. "Mungkin tidak kalah fantastis dengan kasus Jiwasraya, di atas Rp 10 triliun," kata Mahfud di Jakarta, Jumat (10/1).
Mahfud ingin persoalan ini segera diproses secara hukum agar kebenaran dan kejelasan kasus dana pensiun TNI ini terungkap. Apalagi menurutnya, ada uang prajurit dan tentara yang telah mengabdi di sana.