BI Proyeksi Anggarannya Surplus Rp 20,8 Triliun Tahun Depan
Bank Indonesia (BI) memperkirakan, anggarannya surplus Rp 20,84 triliun pada tahun depan. Hal ini tertuang dalam Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) Operasional 2020.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, penerimaan sejak awal tahun hingga September 2019 mencapai Rp 30,82 triliun atau melebihi target ATBI 2019 Rp 27,15 triliun. Ia pun memperkirakan, penerimaan tembus Rp 35,81 triliun pada akhir tahun ini.
BI juga memprediksi, penerimaan pada tahun depan Rp 31,99 triliun atau meningkat 17,84% dibanding ATBI 2019. Karena itu, otoritas moneter ini optimistis surplus anggaran tembus Rp 20,84 triliun pada 2020.
Sejak awal tahun hingga September 2019, anggaran BI pun surplus Rp 24,84 triliun atau melebihi target Rp 17,24 triliun. BI memperkirakan, surplus hingga akhir tahun ini tembus Rp 26,37 triliun.
(Baca: Cadangan Devisa Turun, Neraca Pembayaran Kuartal III Minus US$ 46 Juta)
Penerimaan BI pada 2020 paling besar akan berasal dari pengelolaan aset valuta asing (valas), yang nilainya Rp 31,88 triliun. Proyeksi tersebut meningkat 17,98% dibanding target dalam ATBI 2019 yang senilai Rp 27,02 triliun.
Toh, penerimaan dari pengelolaan asset valas sejak awal tahun hingga September 2019 sudah mencapai Rp 30,77 triliun atau melebihi target. BI memperkirakan, penerimaan dari pos anggaran ini tembus Rp 35,69 triliun pada akhir tahun ini.
Perry menjelaskan, penerimaan dari pengelolaan aset valas yang melampaui ATBI 2019 ini ditopang oleh cadangan devisa (cadev) yang meningkat. Sebagaimana diketahui, cadev naik dari US$ 2,4 miliar pada September menjadi US$ 126,7 miliar pada Oktober 2019.
(Baca: Cadangan Devisa Naik, Rupiah Menguat ke Level 13 Ribu per Dolar AS)
Ia menegaskan bahwa BI mengelola cadev sesuai undang-undang (UU). Ada komponen dari cadev yang diarahkan untuk memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi. "Kami juga mencari imbal hasil, hasil keuntungan yang bagus," kata dia saat rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (11/11).
BI pun menempatkan cadev itu ke beberapa instrumen seperti surat utang pemerintah, sukuk, dan obligasi korporasi. BI ingin memperbanyak asset valas berbasis syariah, supaya bisa mengelola moneter di pasar ini.
Kendati demikian, Perry memastikan bahwa penempatan cadev ini memperhatikan prinsip kehati-hatian. “Prudent sangat penting, tapi mencari spread yang lebih tinggi," kata Perry.
(Baca: Pemerintah Tarik Utang Global, Cadangan Devisa Naik Jadi US$ 126,7 M)
Selain itu, anggaran BI bisa surplus karena pengeluarannya diproyeksi lebih rendah dibanding penerimaan. Dalam RATBI Operasional 2020, pengeluaran diproyeksi naik 12,56% dibanding tahun ini Rp 9,9 triliun, menjadi Rp 11,14 triliun.
Sejak awal tahun hingga September 2019, pengeluaran BI mencapai Rp 5,97 triliun. Nilai tersebut jauh dibawah target Rp 9,44 triliun.
Adapun BI mengacu pada asumsi makro ekonomi dalam menyusun RATBI 2020. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, pertumbuhan ekonomi diasumsikan 5,3% dan inflasi 3,1% secara tahunan (year on year/yoy). Nilai tukar rupiah rata-rata Rp 14.400 per dolar Amerika Serikat (AS).
(Baca: Sri Mulyani: Nilai Tukar Rupiah Tahun Depan Sulit Diprediksi)