Suara Resah Peserta BPJS Kesehatan jika Iuran Kelas I Naik 100%
Semula, Sari merasa tak masalah membayar iuran BPJS Kesehatan kendati jarang memanfaatkannya. Hitung-hitung ikut gotong royong membantu sesama. Namun ia kecewa dengan pengelolaan BPJS Kesehatan. "Semula bahkan ingin keluar dari kepesertaan mandiri karena subsidi ke orang tak mampu enggak terasa, dan tak menggunakan juga. Tapi enggak bisa (keluar dari kepesertaan)," kata dia.
Ia menceritakan salah satu kenalannya yang memiliki delapan anggota keluarga dan penghasilan di bawah Rp 2 juta. Tak seluruh anggota keluarganya memperoleh bantuan iuran BPJS Kesehatan. Hanya satu anggota keluarga yang dianggap berhak menerima.
Sementara ada orang lain yang dianggap mampu justru memperoleh bantuan iuran. "Selain itu ada juga kenalan yang mau operasi, antri hingga berbulan-bulan," ungkap dia.
(Baca: BPJS Watch Usul Kenaikan Iuran Peserta Mandiri JKN Maksimal Rp 6.000)
Ia pun berharap pengelolaan BPJS Kesehatan dapat lebih baik agar iuran yang dibayarkannya tak terasa sia-sia meski tak ia gunakan secara pribadi. Jika kualitas layanan sudah membaik, ia mengaku tak keberatan jika harus membayar iuran seperti yang diusulkan Sri Mulyani.
Aziza, 31, juga mengaku sebenarnya keberatan dengan kanikan iuran yang diusulkan pemerintah hingga dua kali lipat. Ia juga mengaku tak paham alasan pemerintah menaikkan iuran.
Meski demikian, ibu rumah tangga ini mengaku mau tak mau tetap akan membayarkan iuran karena khawatir suatu saat membutuhkan. Selain itu, ia juga berharap iuran yang dibayarkan bisa turut membantu orang yang memang membutuhkan.
"Keberatan sebenarnya. Tapi kemungkinan tetap akan bayar dan jadi peserta karena mungkin masih membutuhkan," jelas dia.