Rekening di Atas Rp 500 Juta di Bank Otomatis Dilaporkan ke Pajak
Meski Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang akses informasi untuk kepentingan perpajakan sudah berlaku, namun lembaga jasa keuangan tidak akan mengirimkan seluruh data nasabahnya kepada Direktorat Jenderal Pajak. Penyebabnya, pemerintah membatasi pelaporan otomatis hanya untuk nasabah dengan saldo rekening sejumlah tertentu.
Menurut informasi yang diperoleh Katadata, pemerintah menetapkan data nasabah yang wajib dikirimkan secara otomatis yaitu di atas Rp 500 juta untuk keperluan perpajakan domestik, dan di atas US$ 250 ribu untuk kepentingan perjanjian internasional. Data tersebut wajib dilaporkan seluruh lembaga jasa keuangan, di antaranya bank.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membenarkan soal adanya batasan tersebut. Adapun, batasan yang sebesar US$ 250 ribu ditetapkan sesuai ketentuan dalam kerja sama internasional pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) terkait perpajakan.
"Dari sisi perundang-undang internasional, batas saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan US$ 250 ribu. Kalau di atas itu, subject to (menjadi subyek untuk) informasi (yang dipertukarkan) di seluruh internasional," ujar dia di kantornya, Jakarta, Kamis (18/5). (Baca juga: Perppu Data Nasabah Diprotes Pengusaha, DPR Panggil Pemerintah)
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad meyakini, aturan anyar pemerintah ini tidak berisiko menyulut perpindahan dana nasabah ke luar negeri. Pasalnya, negara-negara bakal mengirimkan data keuangan nasabah asing kepada otoritas pajak di negaranya masing-masing. Hal ini terkait dengan pelaksanaan AEoI.
Mengacu pada data Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) per Mei 2017, sebanyak 100 negara telah berkomitmen mengikuti AEoI. Sebanyak 50 negara atau yurisdiksi mulai menerapkan AEoI pada tahun ini, sisanya berkomitmen melaksanakan mulai tahun depan, termasuk Indonesia. (Baca juga: Banyak Manfaat dari Perppu Buka Data Bank, Sri Mulyani Harap Restu DPR)
Meski data nasabah bakal dibuka untuk Ditjen Pajak, Muliaman meyakinkan bahwa dirinya akan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan guna menetapkan protokol yang ketat agar data nasabah tetap terjaga kerahasiaannya. Detail mengenai prosedur dan protokol kerahasiaan data nasabah ini nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
"Data ini di luar perpajakan tetap rahasia dan dan jaminan data ini rahasia di Ditjen Pajak. Semoga ini bisa kami jelaskan secara baik dan didukung operasional teknisnya termasuk unit dan pihak terkait," kata dia. (Baca juga: Pemerintah Susun Aturan Cegah Data Nasabah Disalahgunakan Pajak)
Ia pun menerangkan, sebetulnya, keterbukaan data nasabah untuk kepentingan perpajakan sudah dijalankan sejak lama. Namun, tidak secara otomatis. Data nasabah diberikan kepada Ditjen Pajak berdasarkan permintaan dan atas seizin otoritas-otoritas terkait. Adapun, untuk pertukaran data nasabah asing, Indonesia sudah memiliki kerja sama dengan Amerika Serikat (AS).
Kerja sama dengan AS tersebut terkait pelaksanaan aturan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) di Negeri Paman Sam. OJK bahkan telah memiliki aturan khusus terkait kerja sama tersebut yang diklaim bisa digunakan untuk melaksanakan Perppu anyar yang diterbitkan pemerintah.
Namun, OJK masih akan mengkaji tentang keperluan merevisi aturan yang ada atau membuat aturan teknis khusus untuk Perppu. "Nanti kami lihat. Dengan kelahirannya Perppu mungkin ada yang enggak cocok juga," tutur dia.
Sejalan dengan Muliaman, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo mengatakan, pihaknya juga meyakini Perppu tidak akan mendorong perpindahan dana nasabah ke luar negeri. Menurut Agus, BI telah mengkaji sensitivitas aturan tersebut terhadap simpanan di bank umum, meski yang dikaji sebatas untuk simpanan di rentang Rp 2 miliar hingga Rp 10 miliar di bank umum. “Kami lihat sensitivitas, kami lihat dampak merambat ke yang lain sudah terkendali dengan baik," kata Agus.
Kalaupun ada dampaknya terhadap likuiditas, maka BI akan menjamin dalam bentuk pemberian pembiayaan likuiditas sementara. "Kami enggak yakin akan pengaruh ke likuiditas perbankan. Kalau ada kami akan hadir dalam bentuk temporary liquidity financing," kata dia.