BCA, Artos dan Fenomena Bank Digital di Indonesia

Pingit Aria
28 Mei 2020, 13:05
Pengunjung mencoba produk perbankan digital yang ada di BCA Expoversary 2020 di Indonesia Convention Exebation, Tangerang, Banten, Jumat (21/2/2020). BCA Expoversary tahun ini melibatkan kurang lebih tujuh belas merek mobil, tujuh belas merek motor, enam
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Pengunjung mencoba produk perbankan digital yang ada di BCA Expoversary 2020 di Indonesia Convention Exebation, Tangerang, Banten, Jumat (21/2/2020). BCA Expoversary tahun ini melibatkan kurang lebih tujuh belas merek mobil, tujuh belas merek motor, enam belas developer terkemuka, ratusan tenant ritel, puluhan tenant food & beverages, dan masih banyak lagi.

Jerry Ng dan Patrick Walujo menyelesaikan proses akuisisi 51% saham pada 26 Desember 2020 lalu. Jerry Ng masuk melalui PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI), sedangkan Patrick Walujo lewat Wealth Track Technology Limited (WTT).

Kemudian, perseroan juga menerbitkan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue dengan target dana mencapai Rp 1,34 triliun.

Dana tersebut bakal digunakan untuk pengembangan infrastruktur, pengembangan teknologi informasi, dan sumber daya manusia. Dana right issue juga digunakan untuk perbaikan struktur permodalan.

(Baca: Bank-bank Kecil Berlomba Tambah Modal lewat Penjualan Saham Baru)

Bagaimanapun, dalam laporan keuangan perusahaan yang dirilis di Bursa Efek Indonesia (BEI), Bank Artos mengalami peningkatan kerugian bersih di periode yang 31 Maret 2020 sebesar 321,02%. Kerugian perusahaan membengkak menjadi Rp 25,37 miliar dari kerugian di periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 6,02 miliar.

Penyebabnya, pos beban operasional bank yang sebelumnya dimiliki oleh keluarga Arto Hary ini mengalami peningkatan signifikan. Seluruh komponen di pos ini mengalami peningkatan, antara lain provisi dan komisi dibayar, beban penyisihan kerugian aset produktif, beban umum dan administrasi serta beban personalia.

Dukungan Regulator

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pembentukan bank digital alias bank virtual. Apalagi, beberapa negara telah memiliki bank virtual seperti di Singapura dan Hongkong.

Bank virtual merupakan institusi keuangan tanpa kantor cabang fisik di mana semua transaksi dilakukan secara daring (online). "Indonesia juga akan menuju ke sana (seperti Hongkong dan Singapura)," ujar Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital OJK Sukarela Batunanggar, beberapa waktu lalu.

(Baca: OJK Kembali Buat Aturan Relaksasi untuk Jaga Likuiditas dan Modal Bank)

Ia mengungkapkan, transformasi digital pada perbankan tidak hanya pada proses bisnis tetapi juga mencakup bisnis model. Untuk itu, bank diharapkan bisa lebih responsif dan inklusif.

Kelahiran bank digital sendiri, kata dia, memiliki dua pola. Pertama, bank yang bertransformasi dari model bisnis, strategi bisnis hingga produknya. Kedua, bank digital yang lahir dari nol sebagai bank digital.

Transformasi ini merupakan konsekuensi dari perubahan tatanan sektor keuangan akibat perkembangan teknologi. "Pola konsumsi sudah berubah jadi kami tidak bisa bertahan dengan pola model bisnis yang sekarang. Artinya konsumen mengharapkan dan menuntut perubahan," katanya.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin, Muchammad Egi Fadliansyah
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...