Kredit Perbankan 2021 Tumbuh 5%, OJK Dorong Percepatan Pencadangan
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mencatat kredit sektor perbankan tumbuh 5,2 % secara tahunan (yoy) akhir tahun lalu. Capaian tersebut disertai dengan turunnya restrukturisasi kredit sepanjang 2021, atau lebih rendah dibandingkan 2020.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan kredit 2021 tumbuh seiring dengan perbaikan rasio kredit macet alias non performing loan (NPL) gross. Akhir tahun lalu, OJK mencatat NPL berada di level 3 %, lebih baik dibandingkan periode akhir 2020, yakni 3,06 %.
Sementara itu, restrukturisasi kredit mengalami tren penurunan pada 2021. OJK mencatat, nilai kredit restrukturisasi hingga November 2021 mencapai Rp 693,6 triliun, jauh di bawah angka tertinggi Rp 830,5 triliun pada 2020.
"Dari jumlah tersebut, telah dibentuk pencadangan sebesar 14,85 % atau Rp 103 triliun. Kami mendorong perbankan dan lembaga keuangan untuk melakukan pencadangan dengan memperpanjang skema restrukturisasi kredit hingga Maret 2023," kata Wimboh dalam konferensi pers, Kamis (20/1).
Adapun untuk permodalan perbankan, OJK mengklaim masih terjaga jauh di atas threshold atau ambang batas minimum, yaitu sebesar 25,67 % dengan likuiditas yang ample. Di samping itu, posisi permodalah juha didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga alias DPK sebesar 12,21 % yoy.
Selain itu, OJK mencatat jumlah investor di pasar modal meningkat cukup signifikan menjadi 7,5 juta pada akhir 2021. Angka ini meningkat 93 % dari tahun 2020, di mana lebih dari 80% merupakan investor milenial.
"Ini baik karena sebagai alternatif investasi dan akan terus kita dorong. Mudah-mudahan bisa jadi kebiasaan atau budaya baru bagi anak-anak muda berinvestasi di pasar modal," kata dia.
Adapun, penghimpunan dana di pasar modal juga terus meningkat mencapai Rp 363,3 triliun, atau naik 206 % dari 2020. Wimboh menyebut, pertumbuhan penghimpunan dana di pasar saham ini bahkan menjadi yang terbaik di kawasan Asia Pasifik yang rata-rata hanya 171 %.
Ia juga menyampaikan, Indeks Harga Saham Gabungan alias IHSG mulai berangsur positif, sudah bisa menyentuh level 6.693 pada 14 Januari 2022, setelah sempat terkoreksi ke level 5.361 saat pandemi Covid-19 mencapai puncaknya.
"Capaian indeks ini merupakan peringkat ke-3 terbaik di Asia. Sedangkan, kapitalisasi pasar telah mencapai Rp 8.252 triliun pada 30 Desember 2021, angka ini merupakan yang terbaik kedua di ASEAN setelah Thailand," ujar dia.
Di sisi lain, stabilitas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) juga terjaga dengan baik, didukung oleh permodalan yang cukup kuat. Hal ini ditandai dengan risk based capital (RBC) industri asuransi jiwa sebesar 539,8 % dan asuransi umum sebesar 327,3 %. Angka tersebut jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 %.
Adapun, risiko kredit di perusahaan pembiayaan juga terpantau stabil dengan non-performing financing (NPF) di level 3,53%, setelah sebelumnya sempat mencapai level di atas 5% di tahun 2020.
"Hal ini ditopang oleh kebijakan restrukturisasi pembiayaan yang mencapai Rp 218,95 triliun dari 5,2 juta kontrak pembiayaan, yang merupakan 60,1% dari total piutang pembiayaan," kata dia.
Selain itu, industri keuangan digital juga berkembang signifikan, hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan peminjam peer-to-peer lending atau P2PL sebesar 29,69 juta peminjam pada akhir 2021, atau meningkat 68,15% dibandingkan 2020. Selain itu, pertumbuhan pemodal securities crowdfunding telah mencapai 93.733 pemodal sejak diluncurkan pada awal 2021.