AJB Bumiputera Terancam PKPU, OJK Percepat Seleksi Calon BPA Baru
AJB Bumiputera hingga saat ini belum dapat mengatasi persoalan kesehatan keuangannya. Permasalahan AJB Bumiputera diketahui sejak 1997 di mana jumlah aset lebih kecil dari kewajiban atau defisit sebesar Rp 2,07 triliun pada Desember 1997.
Defisit ekuitas perusahaan mencapai Rp 21,9 triliun per 31 Desember 2021. Hal ini disebabkan aset perusahaan sampai dengan akhir tahun lalu hanya tinggal Rp 10,7 triliun, sedangkan liabilitas perusahaan mencapai Rp 32,63 triliun. Ia mengatakan, indikator kesehatan keuangan perusahaan jauh di bawah ketentuan minimum yang ditetapkan OJK, yakni risk based capital (RBC) mencapai minus 1.164,77% per Desember 2021, rasio kecukupan investasinya sebesar 12,11%, dan rasio likuiditas perusahaan tercatat sebesar 16,4%.
OJK mencatat, utang klaim AJB Bumiputera mencapai Rp 8,4 triliun dari sebanyak 494.178 pemegang polis. Terkait hal tersebut, OJK telah memberikan sanksi peringatan SP1 kepada perusahaan.
Namun, hingga batas waktu SP1 pada 23 Desember lalu, perusahaan belum menyelesaikan klaim utang tersebut. Maka OJK akan meningkatkan sanksi peringatan ke tahap selanjutnya, yakni Sp2, SP3, sanksi pembatasan kegiatan usaha (SKPU), hingga sanksi pencabutan izin usaha.
Perusahaan juga terancam gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh pemegang polis. Kuasa hukum pemegang polis AJB Bumiputera, Jofial Mecca Alwis, menyampaikan kliennya tidak mendapat penyelesaian atas permasalahan pembayaran klaim polis asuransi.
Padahal, berdasarkan UU Perasuransian dan Pasal 40 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 69/POJK.05/2016, perusahaan asuransi wajib menyelesaikan pembayaran klaim setidak-tidaknya paling lama 30 (tiga puluh) hari. Maka itu, para pemegang polis memutuskan untuk mensomasi AJB Bumiputera untuk memperoleh hak atas pembayaran klaim polis asuransi mereka.
"Apabila somasi ini tidak ditanggapi dengan itikad baik dan solusi konkret, maka kami akan mengajukan permohonan PKPU pada Pengadilan Niaga," tandasnya.