Aturan Saham Kelas Ganda Belum Rampung, IPO GoTo Berpotensi Tertunda
Rencana Grup teknologi GoTo untuk melantai di pasar modal melalui skema initial public offering (IPO) US$ 2 miliar atau setara Rp 28,7 triliun (kurs Rp 14.394 per US$) berpotensi tertunda tahun depan.
Sebelumnya, CEO GoTo Andre Soelistyo menargetkan pencatatan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa berlangsung sebelum akhir 2021. Grup usaha hasil peleburan perusahaan teknologi Gojek dan e-commerce Tokopedia itu juga berencana mendaftarkan sahamnya di bursa Amerika Serikat (AS) dengan valuasi potensial sekitar $40 miliar.
Berdasarkan tiga sumber dikutip dari Reuters, penundaan rencana IPO itu terjadi seiring revisi aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pencatatan saham yang tak kunjung rampung. Beleid yang dimaksud ialah terkait aturan baru struktur permodalan saham kelas ganda (dual class share) dengan saham hak suara multipel atau multiple voting shares (MVS) saat pencatatan perdana saham .
Salah satu sumber mengatakan, upaya untuk mengumpulkan dana sebesar US$ 1,5 miliar - US$ 2 miliar menjelang IPO menarik permintaan yang kuat, dan dapat diselesaikan bulan depan. Akan tetapi, revisi aturan listing di Indonesia diperkirakan baru akan rampung akhir September 2021. Artinya, GoTo kemungkinan baru akan IPO awal tahun depan, diikuti oleh listing di AS.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan peraturan sedang dalam tahap finalisasi dan diharapkan bisa terbit pada tahun ini.
"Draf peraturan sedang dalam tahap finalisasi untuk segera dapat digunakan oleh pemangku kepentingan. Iya (terbit tahun ini) mohon support-nya," ujar Nyoman dalam pesan singkat, Selasa (24/8).
GoTo didukung oleh investor raksasa seperti Alibaba Group Holding (9988.HK), Softbank Vision Fund dan Singapore Wealth Fund GIC.
Sampai pemberitaan ini diterbitkan, Corporate Communications Manager Gojek Indonesia Evi Andarini belum dapat mengkonfirmasi informasi terkait penundaan penggalangan dana menjelang IPO induk usahanya tersebut.
Sebelumnya, CEO GoTo Andre Soelistyo menyampaikan perusahaan menyusun setidaknya lima rencana. Seluruh rencana tersebut bakal ditempuh GoTo hingga 2031.
Pertama, menyiapkan langkah untuk IPO. "GoTo sebagai holding company, kami siapkan untuk menjadi perusahaan publik," ujar Andre dalam sesi wawancara di channel YouTube CXO Media, pada 29 Mei lalu.
Decacorn teknologi ini menargetkan sudah IPO sebelum akhir 2021. GoTo akan memprioritaskan pasar saham di dalam negeri untuk menggelar IPO. Saat ini, induk Gojek itu masih mempelajari sejumlah regulasi untuk dapat melantai di bursa efek.
Kedua, menggaet lebih banyak UMKM. "Produk kami itu marketplace. Kami tidak punya barang, baik makanan, e-commerce maupun transportasi. Ini tujuannya pemberdayaan mitra," kata Andre. Sebelum membentuk GoTo, Gojek mempunyai dua juta mitra pengemudi dan 900 ribu UMKM. Sedangkan Tokopedia memiliki 10 juta mitra penjual (merchant) dan 100 juta pengguna aktif.
Ketiga, menambah berbagai layanan. "Penting juga meningkatkan kualitas, agar menjadi lebih bagus," kata Andre.
Grup GoTo mengombinasikan layanan e-commerce, pengiriman barang, pesan-antar makanan, transportasi, serta keuangan. GoTo juga membawahi GoTo Financial, yang mencakup GoPay, serta layanan keuangan dan solusi bisnis mitra usaha.
Di Gojek, ada beberapa layanan seperti berbagi tumpangan (ride-hailing), pesan-antar makanan, penyedia kebutuhan sehari-hari, logistik, digitalisasi UMKM hingga beberapa layanan keuangan. Sedangkan Tokopedia berfokus menyediakan layanan e-commerce, serta terafiliasi dengan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) Dhanapala. Selain itu, mempunyai saham 36,1% di induk fintech pembayaran OVO, Bumi Cakrawala Perkasa.
Keempat, GoTo berfokus pada kolaborasi dalam 10 tahun ke depan. "Kami buat ekosistem yang terbuka," kata CEO Tokopedia William Tanuwijaya. Kelima, membangun bisnis berkelanjutan melalui berbagai inisiasi dan komitmen. "Gojek misalnya, ingin menyelesaikan komitmen three zeros hingga 2030," ujarnya.