Strategi Angkasa Pura I di Tengah Utang Jumbo Rp 35 Triliun
PT Angkasa Pura I tengah mengalami tekanan kinerja operasional dan finansial akibat pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga kini. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan utang perusahaan ini mencapai Rp 35 triliun.
Menyikapi hal itu, Direktur Utama Angkasa Pura I Faik Fahmi mengatakan perusahaan sedang menyiapkan program restrukturisasi operasional dan finansial yang diharapkan rampung pada Januari 2022. Dengan demikian, perusahaan dapat bangkit dalam beberapa waktu ke depan.
"Dengan melakukan restrukturisasi operasional dan finansial," ujar Faik dalam siaran pers yang dikutip Katadata.co.id, Senin (6/12).
Angkasa Pura I akan melakukan upaya asset recycling, intensifikasi penagihan piutang, pengajuan restitusi pajak, dan efisiensi operasional. Lalu, perusahaan mensimplifikasi organisasi, penundaan program investasi, serta mendorong anak usaha mencari sumber pendapatan baru.
Faik optimistis, program restrukturisasi ini dapat memperkuat profil keuangan perusahaan ke depan. Utamanya dalam hal kemampuan untuk memastikan penambahan pendapatan, efisiensi biaya, dan upaya penggalangan dana (fundraising).
Selain itu, untuk mendorong peningkatan pendapatan lainnya, transformasi bisnis usaha yang dilakukan Angkasa Pura I adalah menjalin kerja sama mitra strategis untuk Bandara Hang Nadim Batam, Bandara Dhoho Kediri, Bandara Lombok Praya.
Strategi lain peningkatan pendapatan dengan pemanfaatan lahan tidak produktif seperti lahan Kelan Bay Bali. Lalu mengembangkan airport city Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) serta eks Bandara Selaparang Lombok.
"Manajemen tengah berupaya keras untuk menangani situasi sulit ini dan berkomitmen untuk dapat bertahan dan menunaikan kewajiban perusahaan kepada kreditur, mitra, dan vendor secara pasti dan bertahap," kata Faik.
Dengan berbagai inisiatif strategis tersebut, Faik optimis dapat bertahan menghadapi kondisi sulit ini dan mulai bangkit pada 2022 sehingga dapat mencatatkan kinerja keuangan positif.
Total target hasil restrukturisasi akan mencapai tambahan dana Rp 3,8 triliun, efisiensi biaya sebesar Rp 704 miliar dan perolehan fund raising sebesar Rp 3,5 triliun. Dengan adanya pembangunan bandara Angkasa Pura I, maka secara konsolidasi menambah aset perusahaan.
Saat proyek-proyek pengembangan bandara mulai dilaksanakan, aset Angkasa Pura I pada 2021 diprediksi mencapai Rp 44 triliun dari semula Rp 24 triliun pada 2017.
"Tentunya dengan selesainya pembangunan dan perluasan terminal bandara, seluruh bandara Angkasa Pura I menjadi lebih cantik, lebih nyaman, dan dapat secara fleksibel menerapkan protokol kesehatan dengan lebih baik lagi," ujar Faik.
Kinerja Angkasa Pura Tertekan Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 berdampak terhadap penurunan drastis lalu-lintas penumpang di 15 bandara Angkasa Pura I. Sebagai gambaran, pada 2019, jumlah penumpang di bandara Angkasa Pura I mencapai 81,5 juta orang.
Ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia sekitar Maret 2020, traffic penumpang turun menjadi 32,7 juta penumpang pada tahun lalu. Faik memperkirakan, jumlah penumpang pada 2021 bisa lebih rendah lagi, yaitu 25 juta saja.
Penurunan tersebut sejalan dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan jumlah keberangkatan penumpang pesawat domestik dan luar negeri tercatat berkurang pada 2020. Keberangkatan pesawat domestik tercatat hanya membawa 33,51 juta orang pada 2020. Jumlah ini turun 55,99 % dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 76,15 juta orang.
Akibat menurunnya jumlah penumpang, pendapatan Angkasa Pura I anjlok 58,07 % menjadi Rp 3,61 triliun pada 2020 dari Rp 8,63 triliun pada 2019. Pendapatan perusahaan pada 2021 diprediksi sedikit turun akibat prediksi jumlah penumpang akhir tahun ini.
Angkasa Pura I pun membukukan rugi bersih Rp 2,32 triliun sepanjang 2020. Padahal pada tahun sebelumnya, perusahaan milik pemerintah ini membukukan laba bersih Rp 1,45 triliun.
Dengan situasi traffic yang menurun dan tekanan keuangan, Angkasa Pura I dihadapkan pada kewajiban membayar pinjaman yang digunakan untuk pengembangan bandara. Pengembangan ini untuk menjaga konektivitas udara tetap terbuka serta mempercantik gerbang udara daerah lebih menarik. Pandemi Covid-19 datang tepat saat perusahaan tengah mengembangkan berbagai fasilitas bandara tersebut.
Angkasa Pura I pun menggelontorkan dana jumbo untuk mengembangkan bandara tersebut. Seperti Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo, Yogyakarta yang menghabiskan biaya pembangunan hampir Rp 12 triliun.
Terminal Baru Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin menelan biaya pembangunan Rp 2,3 triliun. Terminal Baru Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang menghabiskan Rp 2,03 triliun. Bandara Sultan Hasanuddin Makassar sebesar Rp 2,6 triliun.
Selain itu, ada sejumlah pengembangan bandara lainnya seperti Bandara Sam Ratulangi Manado, Bandara Lombok Praya, Terminal 1 Bandara Juanda Surabaya, Bandara Pattimura Ambon, Bandara El Tari Kupang. Pengembangan seluruh bandara, dibiayai oleh dana internal, kredit sindikasi perbankan, serta obligasi.
"Seperti diketahui, sektor aviasi dan pariwisata merupakan sektor yang sangat terdampak pandemi Covid-19 di mana pandemi ini masih belum dapat diprediksi kapan akan berakhir," kata Faik.