Harita Nickel Buka Peluang Kerja Sama Industri Baterai Listrik di Obi
Kawasan industri Pulau Obi yang terletak di Halmahera Selatan, Maluku Utara ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Pepres) Republik Indonesia nomor 109 tahun 2020.
Di mana, Harita Nickel atau PT Trimegah Bangun Persada bersama dengan entitas anak perseroan telah ditunjuk sebagai pengambil inisiatif dan pelaksana proyek dari kawasan industri ini.
Untuk itu perseroan membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak dalam proses hilirisasi nikel khususnya dalam memenuhi kebutuhan kendaraan listrik akan baterai.
Director of Health, Safety and Environment PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) Tonny H Gultom mengatakan dengan adanya produksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) serta nikel sulfat dan kobalt sulfat yang merupakan bahan baku dasar baterai kendaraan listrik maka perseroan menilai perlu ada pengembangan lanjutan. Hal ini merupakan bagian dari transformasi dari hanya tambang ke hilirnya.
“Kawasan industri yang akan kita bangun adalah kawasan industri berbasis tambang nikel. Ada kesempatan bagi investor untuk pengembangan ke arah hilirnya. Kalau ada investor berencana bangun sampai hilirnya kita welcome. Mereka bawa teknologinya, kita alokasikan lahan 15.000 hektare,” ujarnya kepada media di Pulau Obi, Maluku Utara dikutip Senin (10/4).
Tonny mengakui kawasan industri di Pulau Obi berbeda dengan kawasan industri pada umumnya. Hal ini mengingat Obi yang merupakan kepulauan di mana untuk menempuhnya dibutuhkan perjalanan 3 jam menggunakan kapal laut dari Pelabuhan di Labuha. Untuk itu perseroan akan membangunnya secara prioritas termasuk pembangunan bandara dan perluasan pelabuhan.
Sejauh ini proses untuk dapat menarik investor tersebut kata dia sedang berjalan. Di mana master plan, persetujuan feasibility study dan Amdal ditargetkan akan diraih tahun ini. Sehingga tahun depan, Harita Nickel sudah bisa mulai melakukan penawaran kerja sama tersebut.
Adapun dari enam tahapan yang diperlukan untuk membuat kendaraan listrik, dua tahap dimiliki oleh Harita Nickel. “Harita sudah di tahap 60% untuk mendekati baterai listrik,” ucapnya.
Pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Pulau Obi menurutnya amat menarik. Sebab didukung ketersediaan sumber daya dan cadangan pertambangan hulu, lokasi strategis proyek pertambangan hulu, fasilitas pengolahan hilir feronikel dan investasi pada proyek hilir nikel, infrastruktur yang ada, serta manfaat pajak yang disiapkan pemerintah.
Berdasarkan prospektus, perseroan adalah perusahaan nikel murni dengan kemampuan hulu dan hilir dengan pengalaman operasional lebih dari 10 tahun di Pulau Obi, Indonesia. Fokus perseroan adalah menjadi perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel yang terintegrasi. Kegiatan operasi perseroan yang terdiri dari penambangan nikel hulu dan peleburan nikel hilir.
Harita Nickel memiliki dan mengoperasikan dua proyek pertambangan nikel laterit aktif seluas 5.523 hektar yang berlokasi di Kawai dan Loji, di Pulau Obi di provinsi Maluku Utara Indonesia yang perseroan operasikan melalui dua konsesi pertambangan. Perseroan juga memiliki dua konsesi pertambangan untuk dua prospek pertambangan nikel di Tabuji-Lauwi dan Jikodolong yang membentang seluas 3.660 hektar, juga terletak di Pulau Obi.
Harita Nickel saat ini memiliki kegiatan usaha utama di bidang pertambangan bijih nikel dan kawasan industri. Perseroan bersama PT Megah Surya Pertiwi, PT Halmahera Persada Lygend, PT Halmahera Jaya Feronikel, dan PT Gane Permai Sentosa mendapatkan mandat dari pemerintah Indonesia untuk melaksanakan Proyek Strategis Nasional di Kawasan Industri Obi.
Pada 4 April 2022, perseroan dan Ningbo Lygend Industrial Park Management Co., Ltd. menandatangani perjanjian pemegang saham untuk mendirikan perusahaan patungan dengan nama PT Dharma Cipta Mulia, untuk tujuan membangun dan menjalankan kawasan industri di Pulau Obi. Perseroan memiliki 40,0% kepemilikan saham di DCM.
Harita Nickel berada di posisi yang baik dari tren di sektor kendaraan listrik. Untuk itu menggenjot kinerja keuangan perseroan, sudah ada enam strategi yang ditetapkan. Salah satunya membangun ekosistem nikel dengan memanfaatkan sumber daya hulu perseroan dan melakukan ekspansi kerja sama perseroan dengan mitra di sepanjang rantai nilai nikel atau kendaraan listrik.
Kaya Nikel
Indonesia masih kesulitan dalam mengolah nikel menjadi produk baterai kendaraan listrik siap pakai. Padahal, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Larangan ekspor bijih nikel yang diputuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat Indonesia jadi negara yang dibutuhkan untuk industri kendaraan listrik yang menggunakan logam nikel tersebut.
"Saya sangat yakin industri ini akan tumbuh cepat, akan tumbuh sangat cepat," kata Jokowi.
Menurut Survei Geologi AS, Indonesia memiliki total 21 juta ton cadangan dengan kandungan nikel. Itu hampir seperempat dari cadangan dunia.
Indonesia diperkirakan akan menyumbang setengah dari peningkatan produksi nikel global antara tahun 2021 sampai 2025, menurut Badan Energi Internasional. Sebab, permintaan kendaraan listrik melonjak. Setiap kendaraan menggunakan hingga 40 kg nikel.
Maka tak heran jika pemerintah akan terus mendorong pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia dari hulu sampai hilir. Termasuk insentif yang telah disiapkan. “Terus akan kita dorong ekosistem besar dari hulu sampai hilir untuk mobil listrik, terus akan kita dorong disambungkan dengan pembangunan industri-industri yang berkaitan dengan EV battery. Ini yang akan kita lakukan terus,” ucap Presiden Jokowi.
Sementara terkait peta persaingan di dalam industri pertambangan bijih nikel dan pengolahan feronikel, berasal dari berbagai sumber, termasuk perusahaan milik negara dan perusahaan swasta di Indonesia dan luar negeri. Di luar Indonesia, perseroan menghadapi persaingan dari perusahaan pengolahan nikel termasuk di Tiongkok. Tambang dan fasilitas pengolahan terbesar di Tiongkok dioperasikan oleh Jinchuan Group. Produk feronikel kelas bawah juga diproduksi oleh perusahaan stainless steel di Tiongkok, termasuk Century Tsingshan.