Akhir Juni, Harita Nickel Mulai Jual Bahan Baku Baterai Listrik

Lona Olavia
10 April 2023, 19:20
Akhir Juni, Harita Nickel Mulai Jual Bahan Baku Baterai Listrik
Katadata/Lona Olavia
Hasil produksi nikel sulfat (NiSO4) dari PT Halmahera Persada Lygend (HPL) bagian dari Harita Nickel

Harita Nickel atau PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) berada di posisi strategis untuk mendapatkan keuntungan dari meningkatnya kebutuhan baterai isi ulang di industri kendaraan listrik.

Untuk itu calon emiten yang dimiliki oleh orang terkaya nomor 6 di Indonesia Lim Hariyanto Wijaya Sarwono itu menggenjot percepatan dari pembangunan smelter nikel teknologi high pressure acid leaching (HPAL) yang merupakan material utama baterai kendaraan listrik. 

Diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada Juni 2021, pengolahan dan pemurnian (smelter) HPAL ini menjadi pabrik bahan baku baterai kendaraan listrik pertama yang beroperasi di Indonesia.

"Kalau ini berhasil kita akan jadi pabrik pertama di Indonesia dan terbesar di dunia dengan spesifikasi yang terbaik juga di dunia dengan kandungan nikelnya bisa sampai 22,5%," kata Director of Health, Safety and Environment PT Trimegah Bangun Persada Tbk Tonny H Gultom kepada media di Pulau Obi, Maluku Utara, dikutip Senin (10/4).

Tonny mengatakan, PT Halmahera Persada Lygend (HPL) masih dalam tahap uji coba. Diharapkan akhir Mei pabrik sudah running test. Sehingga untuk nikel sulfat diharapkan bisa mulai komersialisasi paling lambat Juni 2023. Sedangkan untuk cobalt sulfat diharapkan bisa mulai komersialisasi pada semester dua 2023.

Proses HPAL seperti diketahui dapat menghasilkan produk nikel kelas satu, yakni mixed hydroxide precipitate (MHP) dengan turunannya berupa nikel sulfat (NiSO4) dan cobalt sulfat (CoSO4) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai.

Tonny mengatakan, proyek HPAL tahap I terdiri dari dua lini produksi senyawa nikel kobalt dan lini produksi pertamanya mulai berproduksi pada Mei 2021 dan lini produksi kedua mulai berproduksi pada Oktober 2021. Di mana rancangan kapasitas produksi agregat sebesar 37.000 ton logam senyawa nikel kobalt yang juga termasuk 4.500 ton logam kobalt per tahun.

Sementara proyek HPAL tahap II yang terdiri dari lini produksi senyawa nikel kobalt tambahan, dengan kapasitas produksi yang direncanakan sebesar 18.000 ton logam senyawa nikel kobalt, termasuk 2.250 ton logam kobalt per tahun dan konstruksi telah dimulai pada bulan September 2021. Lalu telah rampung pada akhir Januari 2023. 

“Di 2023 semua harapannya sudah full produksinya. Kami akan produksi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Ini turunan dari MHP. Sudah masuk downstream. Kita berharap di semester I sudah bisa beroperasi," kata Tonny.

Harita Nickel
Harita Nickel (Katadata/Lona Olavia)


 

Sementara proyek tahap III menurutnya masih dalam tahap uji coba. ONC, entitas anak Lygend merupakan perusahaan untuk proyek HPAL Tahap III.

Proyek HPAL tahap III terdiri dari tiga lini produksi senyawa nikel kobalt, dengan kapasitas produksi yang direncanakan sebesar 65.000 ton logam senyawa nikel kobalt, termasuk 7.500 ton logam kobalt per tahun, yang telah memulai konstruksi pada kuartal kedua 2022 dan diperkirakan untuk memulai produksi secara penuh pada tahun 2025.

Di mana nantinya proyek-proyek ini bisa menghasilkan kapasitas produksi di 2024 sebanyak 120.000 metrik ton untuk nikel sulfat. Adapun tahun ini produksinya baru mencapai 56.000 metrik ton untuk nikel sulfat.

Adapun dari enam tahapan yang diperlukan untuk membuat kendaraan listrik, dua tahap dimiliki oleh Harita Nickel. "Harita sudah di tahap 60% untuk mendekati baterai listrik,” ucapnya.

Harita Nickel
Harita Nickel (Dokumentasi perseroan)

Lebih lanjut Tony mengatakan, apabila proyek ini rampung ia meyakini bahwa peminatnya akan cukup banyak. Bahkan saat ini sudah ada off taker dari Cina yang menyatakan minatnya. “Yang baru mau beli dari Cina, tapi kita open market. Penawaran terbaik itu yang kami lepas,” katanya. 

Cina adalah produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia dan permintaan baterai diperkirakan akan membengkak karena negara tersebut mendorong dekarbonisasi. Adapun pasar terbesar dari nikel kobalt ini berasal dari Cina, Korea, Amerika dan Eropa.

Sementara itu saat ini, harga jual dari nikel sulfat berada pada harga yang premium. Hal itu seiring hype kendaraan listrik.

PT Halmahera Persada Lygend (HPL) adalah perusahaan yang mengoperasikan proyek HPAL tahap I dan proyek HPAL tahap II di Pulau Obi. Di mana porsi kepemilikan saham di HPL ini yakni Harita Nickel 45,10% dan sisanya oleh Lygend Cina.

Terkait investasi, produksi fasilitas smelter nikel HPAL yang dioperasikan bersama dengan HPL ini bernilai US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 16,5 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$).

Sumber dana investasi pabrik ini sebagian bersumber dari dana patungan dengan partner Cina. Kemudian dana hasil IPO akan dialokasikan untuk menyelesaikan pembangunan. Jika ada yang kurang baru melalui pinjaman bank.

NCKL saat ini tengah dalam proses penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham. Perseroan mematok harga sebesar Rp 1.250 per saham.

Dalam aksi korporasi itu, perseroan melepas sebanyak 7,99 miliar saham atau 12,67%. Dengan demikian emiten yang bergerak di bisnis pertambangan bijih nikel ini akan meraih dana segar sebanyak Rp 9,99 triliun. Adapun tanggal pencatatan efek NCKL di Bursa Efek Indonesia (BEI) dijadwalkan pada Rabu (12/4) mendatang.

Sebagai informasi dana dari IPO akan digunakan perseroan sekitar 8,4% untuk pembayaran seluruh utang kepada PT Harita Jayaraya, sekitar 9,4% untuk pembayaran seluruh utang kepada PT Dwimuria Investama Andalan, sekitar 23,6% untuk pembayaran seluruh utang kepada OCBC dan PT Bank OCBC NISP Tbk. Sekitar 1,4% untuk pembayaran seluruh utang outstanding fasilitas term loan 1 dan fasilitas term loan 3 kepada OCBC NISP.

Lalu 3,3% untuk belanja modal dan 3,5% untuk modal kerja. Sementara mayoritas dana IPO sebesar 50,4% untuk keperluan entitas anak dan entitas asosiasi yang akan disalurkan melalui setoran modal dan pinjaman.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, produk dari smelter HPAL ini bisa mendukung program pemerintah membangun pabrik baterai untuk kendaraan listrik. Pengolahan bijih nikel di smelter HPAL ini berbasis teknologi hidrometalurgi.

“Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan nikel serta cobalt yang cukup, didukung oleh mineral lain seperti tembaga, aluminium, dan timah yang akan menjadi modal besar untuk bermain dalam industri kendaraan listrik," kata Luhut.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...