Stimulus Ekonomi, Pemerintah Hidupkan Lagi Subsidi Selisih Bunga KPR

Image title
27 Februari 2020, 08:28
KPR, subsidi selisih bunga KPR, Subsidi KPR, stimulus ekonomi, virus corona
ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Foto aerial perumahan subsidi di Kelurahan Pesurungan, Tegal, Jawa Tengah, Jumat (7/2/2020).

Pemerintah telah menyepakati beberapa stimulus ekonomi di antaranya tambahan untuk subsidi terkait pemilikan rumah Rp 1,5 triliun. Ini sebagai upaya menyokong ekonomi di tengah risiko perlambatan imbas wabah virus corona.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menjelaskan subsidi tersebut akan direalisasikan pada April mendatang. "Alokasinya Rp 800 miliar untuk subsidi selisih bunga (SSB) dan Rp 700 miliar untuk subsidi bantuan uang muka (SBUM)," kata dia di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (26/2).

Kesepakatan terkait tambahan subsidi ini telah dibuat dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Adapun program SSB sempat disetop pada Desember tahun lalu lantaran dinilai membebani APBN. Program ini berbeda dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), meski manfaat yang diterima nasabah sama.  

(Baca: Pemerintah Siapkan Rp 4,7 Triliun Selamatkan Pariwisata dari Corona)

Stimulus ini diyakini efektif dalam mendukung ekonomi. Sebab, terdapat ratusan industri yang terkait dengan perumahan. "Jadi itu menggerakkan ekonomi lainnya. Bangun-bangun itu kan harus beli paku, papan, semen, besi, jadi menggerakkan sekitar 150-an industri," kata dia.

Selain stimulus ini, pemerintah menyepakati insentif untuk sektor pariwisata berupa penurunan harga tiket pesawat ke beberapa destinasi wisata. Kemudian, percepatan pencairan bantuan sosial dalam Program Keluarga Harapan (PKH).

Masalah wabah virus corona yang melanda dunia diprediksi akan berdampak terhadap ekonomi. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Panda dari 6% menjadi 5,6% tahun ini.

(Baca: Ancaman Resesi Mengintai Negara-negara Maju di Balik Virus Corona)

Jika proyeksi ini terjadi, maka artinya laju ekonomi Tiongkok tahun ini akan menjadi yang terendah dalam 30 tahun. Terakhir kali Tiongkok mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 6% adalah tahun 1990. Saat itu, laju ekonominya hanya mencapai 3,9%.

Proyeksi ini dikatakan Managing Director IMF Kristalina Georgieva dalam pertemuan pemimpin keuangan 20 negara ekonomi terbesar dunia (G20) di Riyadh, Sabtu (22/3) pekan lalu. Seiring proyeksi tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi melambat meski tidak terlalu signifikan yaitu 0,1%.

“Dampaknya (terhadap ekonomi dunia) akan kecil dan relatif pendek,” kata Georgieva dilansir dari Nikkei, Minggu (23/2).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...