Rupiah Menguat Usai The Fed Pertahankan Suku Bunga
Mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sejak Kamis pagi (21/3) bergerak naik. Penguatannya didorong keputusan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), yang mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 2,25%-2,5%.
Mengacu pada data Bloomberg, rupiah dibuka pada level Rp 14.105 per dolar AS atau menguat 82 poin dibanding penutupan kemarin. Saat ini pergerakannya di kisaran Rp 14.093 sampai Rp 14.132 per dolar AS.
The Fed juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi negaranya menjadi 2,1% dari sebelumnya 2,3% untuk tahun ini. Di tahun berikutnya angka itu turun menjadi 1,9% sampai 2%.
Tingkat pengangguran AS diperkirakan naik dari target sebelumnya 3,5% menjadi 3,7% pada 2019. Lalu, tahun berikutnya level ini semakin naik menjadi 3,8% dan di 2021 mencapai 3,9%.
(Baca: The Fed Tahan Bunga Acuan, IHSG dan Bursa Asia Kompak Meningkat)
Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan, angka-angka tersebut menunjukkan melambatnya perekonomian AS. “Belum dapat dikatakan resesi,” katanya seperti dikutip dari Antara. “Proyeksi ini menjadi acuan, The Fed akan mempertahankan suku bunga selama 2019.”
Ia memperkirakan pergerakan rupiah hari ini menuju level Rp 14.150 sampai Rp 14.180. Kurs tengah Bank Indonesia pada Rabu kemarin, menunjukkan penguatan rupiah lebih 100 poin, dari Rp 14.231 sehari sebelumnya menjadi Rp 14.102 per dolar AS.
Ekonomi AS Melemah
Sinyal The Fed mempertahankan suku bunga acuan tahun ini merupakan perubahan besar. Bank sentral AS ini sebelumnya berencana menaikkannya dua kali.
“Kami melihat adanya pelemahan tapi bukan resesi,” kata Gubernur The Fed Jerome Powell. Seiring dengan keputusan ini, ia akan menghentikan penyusutan portofolio obligasi pada September nanti. The Fed akan mengganti efek beragun aset (EBA) yang jatuh tempo dengan obligasi pemerintah AS mulai Oktober 2019.
(Baca: Investor Saham Tunggu Arah Bunga Acuan BI dan The Fed, IHSG Naik 0,1%)
The Fed akan menyiapkan dana pembelian obligasi tersebut sebesar US$ 20 miliar (Rp 290 trilun) per bulan. Investasi ini untuk mempertahankan komposisi kepemilikan surat berharganya. Selain itu juga untuk menjaga stabilitas suku bunga pinjaman jangka panjang di pasar.
Pasar keuangan AS pada tahun lalu sempat bergejolak. Pada Desember 2018 pasar sahamnya anjlok 9%. Angka ini merupakan penurunan terdalam sejak resesi besar 1929-1939.
Presiden Donald Trump lalu meminta bank sentral berhenti menaikkan suku bunga. Harga saham kembali naik setelah The Fed mempertahankannya suku bunga acuan pada Januari 2019.
Berdasarkan grafik Databoks, suku bunga acuan AS tak berubah sejak November tahun lalu.