Ekonom Sebut Beberapa Faktor Bisa Dorong Pemangkasan Bunga Acuan BI
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan suku bunga acuan dapat turun dari posisi saat ini 6%, bila stabilitas ekonomi terjaga. Lantas, stabilitas ekonomi seperti apa yang bisa mendorong penurunan suku bunga acuan BI?
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan, suku bunga acuan BI berpotensi turun bila defisit transaksi berjalan berhasil ditekan. "Ke depan ada peluang sebenarnya untuk turun ketika defisit transaksi berjalan lebih baik dan kondisi eksternal memungkinkan," kata dia kepada katadata.co.id, Jumat (1/3).
(Baca: Gubernur BI Buka Peluang Turunkan Bunga Acuan Bila Ekonomi Stabil)
Neraca transaksi berjalan mencatat aktivitas ekspor/impor barang, jasa dan pendapatan. Defisit transaksi berjalan menunjukkan pasokan valuta asing dari aktivitas ekspor tak mampu menutup kebutuhan valas untuk impornya. Ini menjadi faktor yang melemahkan nilai tukar rupiah.
Ini menjadi alasan BI mengerek suku bunga acuan-nya di tengah kenaikan agresif suku bunga acuan AS tahun lalu, yakni untuk mempertahankan pasokan valas yang berasal dari aliran dana asing ke pasar keuangan domestik. Dengan demikian, kebutuhan valas dalam negeri bisa disokong dan nilai tukar rupiah terjaga.
Menurut perhitungan David, suku bunga acuan BI dapat dipangkas bila defisit transaksi berjalan berada di bawah 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun lalu, defisit transaksi berjalan mencapai 2,98% PDB. Hal ini imbas defisit transaksi berjalan yang menembus 3% PDB dalam tiga kuartal terakhir.
(Baca: Ide Dorong Ekspor Lewat Insentif Daerah, Ekonom Ingatkan Jangan Panik)
Selain itu, ia menilai, suku bunga acuan BI berpotensi turun bila pertumbuhan ekonomi melambat hingga di bawah 4,9%. Namun, ia memperkirakan penurunan tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Alasannya, defisit transaksi berjalan tampaknya belum akan turun signifikan pada kuartal I 2019. Hal ini mengacu pada defisit neraca perdagangan barang yang sebesar US$ 1,16 miliar pada Januari 2019. Sementara itu, kecil peluang pertumbuhan ekonomi berada di bawah 5%.
Dari sisi global, kondisi eksternal juga masih dibayangi ketidakpastian lantaran data perekonomian Amerika Serikat (AS) menunjukkan perbaikan. Hal ini berpotensi mendorong bank sentral AS, The Federal Reseve (The Fed), untuk kembali agresif mengerek bunga acuan pada akhir tahun.
Bila demikian, aliran keluar dana asing berpotensi kembali terjadi. Dalam kondisi seperti ini, suku bunga acuan BI menjadi kembali berpeluang naik guna menahan arus keluar dana asing.
(Baca: Gubernur BI: Infrastruktur Dorong Ekonomi Tumbuh 6% dalam Lima Tahun)
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan pihaknya membuka peluang penurunan suku bunga acuan bila kondisi ekonomi dalam negeri terjaga. "Ke depan, arah bunga acuan lebih turun kalau stabilitas (ekonomi) terjaga," kata dia.
Ia optimistis terhadap situasi ekonomi tahun ini. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,2% ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,2%. Sementara itu, investasi diperkirakan tumbuh 6,7%, sedangkan net ekspor diperkirakan masih negatif.
Adapun inflasi diperkirakan lebih rendah, yaitu di bawah 3,5% dan nilai tukar rupiah stabil meski posisinya saat ini masih terlalu murah (undervalued). Terjaganya nilai tukar rupiah juga didorong oleh aliran masuk modal asing yang lebih besar daripada tahun lalu.
Ia juga menyampaikan bahwa posisi suku bunga acuan BI memang hampir mencapai puncaknya. Maka itu, ia akan terus menghitung posisi suku bunga acuan yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi dan likuiditas keuangan.