Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok Melemah, Sederet Dampak Perlu Diwaspadai

Martha Ruth Thertina
21 Januari 2019, 18:23
Jokowi di Tiongkok
ANTARA FOTO/Bayu Prasetyo
Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping (kanan) saat pertemuan bilateral disela-sela menghadiri KTT One Belt One Road di Gedung Great Hall of the People, Beijing, Minggu (14/5/2018).

Di sisi lain, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam berpendapat perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok memiliki dua dimensi yaitu dimensi negatif dan positif. Dimensi negatifnya, sejalan dengan penjelasan Bhima, yaitu terpengaruhnya kinerja ekspor.   

Menurut dia, melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok mengindikasikan pertumbuhan ekonomi serta permintaan global di tahun ini akan tetap rendah. “Kondisi ini menegaskan bahwa akan sulit mengharapkan pertumbuhan ekspor indonesia yang cukup tinggi pada tahun ini,” ujarnya.

Ini pun melihat adanya hubungan antara perkembangan global ini dengan fokus pemerintah mengerem impor. Tahun ini, pemerintah membidik impor hanya tumbuh 7,1%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang diperkirakan sebesar 13,4%.

Kebijakan ini bukan hanya untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, tapi juga menjaga pertumbuhan ekonomi. Sebab, impor ini merupakan faktor pengurang dalam perhitungan pertumbuhan ekonomi.  “Pemerintah saya yakin sepenuhnya menyadari hampir tidak mungkin menaikkan ekspor. Yang bisa dilakukan hanyalah mengurangi impor,” ujarnya.

(Baca: Pemerintah Prediksikan Pertumbuhan Impor 2019 Hanya Separuh Tahun lalu)

Sementara itu, dimensi positifnya, perlambatan pertumbuhan ini akan mengundang respons dari pemerintah Tiongkok dalam bentuk kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar. Respons kebijakan tersebut bersamaan dengan kebijakan longgar di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, akan berdampak positif mendorong aliran modal ke pasar keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

“Saya memperkirakan tekanan pelemahan nilai tukar rupiah akan relatif berkurang,” ujarnya.

Dengan perkembangan ini, ia pun memperkirakan, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% tahun ini hanya akan tercapai bila pemerintah bisa memacu konsumsi dan investasi. Kebijakan inovatif yang dimaksud bukan hanya terkait perpajakan.

“Perlu tinjauan terhadap kebijakan moneter. Bagaimana agar kebijakan BI tidak terlalu kontraktif di tengah perlambatan pertumbuhan saat ini,” kata dia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...