Harga Minyak Dunia Naik, Defisit Neraca Dagang Terancam Berlanjut
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan mengalami defisit US$ 270 juta pada Desember 2017 lalu. Defisit terjadi lantaran nilai impor minyak dan gas (migas) melonjak 15,89% dibandingkan bulan sebelumnya, terutama akibat kenaikan harga minyak dunia.
Kenaikan harga minyak dunia terpantau berlanjut ke Januari 2018. Ini artinya, ada risiko defisit dagang berlanjut. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution belum bisa memastikan risiko tersebut.
“Apa dia (defisit neraca dagang) akan naik terus, kan belum tahu. Karena biasanya kalau migas naik, palm oil (minyak sawit) juga naik,” kata Darmin di Kantornya, Rabu (17/1). (Baca juga: BPS Minta Pemerintah Waspadai Dampak Kenaikan Minyak ke Neraca Dagang)
Adapun harga minyak dunia sempat lama bertengger di bawah US$ 50 per barel sebelum akhirnya merangkak naik pada 2017 lalu. Mengacu pada data Bloomberg pada Rabu (17/1), harga minyak brent di bursa ICE Futures Europe Exchange untuk pengiriman Maret 2018 tercatat sebesar US$ 68,66 per barel, sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex untuk pengiriman Februari 2018 sebesar US$ 63,38 per barel.
Darmin mengindikasikan, berlanjut atau tidaknya defisit perdagangan juga belum bisa dipastikan lantaran kenaikan harga minyak mencerminkan perbaikan ekonomi dunia. Jika demikian, maka ekspor berpotensi membaik sehingga sedikit banyak bisa mengkompensasi impor.
“Tinggal pertanyaannya, kita yang berorientasi ekspor ini seberapa banyak,” ucapnya. (Baca juga: Genjot Ekspor, Indonesia Mulai Negosiasi Dagang dengan Turki)
Di sisi lain, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menekankan untuk menjaga neraca perdagangan seimbang atau bahkan surplus, Indonesia perlu mendorong hilirisasi beragam komoditas sumber daya alam, misalnya komoditas pertanian. Dengan begitu, kinerja ekspor diharapkan bisa meningkat.
"Kalau kita bisa melakukan proses hilirisasi kemudian memberikan nilai tambah terhadap komoditas yang kita miliki, baik dari agro maupun yang berbasis pada sumber daya mineral, maka (diharapkan ada) sustainbility dan stability pada neraca perdagangan. (Neraca perdagangan) diharapkan bisa seimbang dan surplus," kata dia.
Meski neraca dagang mengalami defisit pada Desember 2017, namun BPS mencatat, secara akumulatif Januari-Desember 2017, neraca dagang masih surplus cukup besar yaitu US$ 11,84 miliar. Surplus tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima tahun belakangan. (Baca juga: Ekspor Nonmigas Sokong Neraca Dagang 2017 Surplus US$ 11,84 Miliar)