Ramal Rupiah Melemah, Sri Mulyani Perhitungkan Inflasi Dunia dan Lokal

Desy Setyowati
12 April 2017, 20:14
Uang rupiah
Arief Kamaludin|Katadata

Pemerintah melihat adanya risiko pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun ini dan tahun depan. Hal tersebut dengan memperhitungkan tingkat inflasi dunia dan domestik ke depan.

Pemerintah memperkirakan nilai tukar rupiah tahun ini akan mengarah ke Rp 13.500 per dolar AS atau melemah 1,5 persen dari asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yang sebesar Rp 13.300. Tahun depan, rupiah diperkirakan melemah lebih jauh ke kisaran Rp 13.600 hingga Rp 13.900. Ramalan ini lantas digunakan pemerintah untuk menyusun APBN tahun depan. 

"Perkiraan (nilai tukar rupiah) itu masih dalam range saja, kalau kami lihat dari sisi ekspektasi inflasi di Indonesia dibandingkan inflasi di dunia. Itu bukan target, tetapi menjadi salah satu mekanisme kami mulai menghitung kemungkinan untuk perhitungan APBN 2018," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai menghadiri peringatan setahun Perhimpunan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPLBI) di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta, Rabu (12/4).

Ia menjelaskan, inflasi tahun ini diprediksi mencapai 4,5 persen atau meningkat dibanding tahun lalu yang hanya 3,02 persen. Sementara itu, tahun depan, inflasi diproyeksikan berada di rentang 2,5-4,5 persen. Maka itu, nilai tukar rupiah ke depan diperkirakan bakal lebih lemah. (Baca: Tertahan Rp 13.300, BI: Rupiah di Bawah Nilai Fundamental)

Peningkatan inflasi di dalam negeri juga seiring dengan peningkatan inflasi dunia. Menurut perkiraan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) inflasi dunia bisa mencapai 2,3 persen di 2017 dan 2,6 persen di 2018. Perkiraan ini meningkat dibanding realisasi tahun lalu yang sebesar 1,3 persen.

Sebelumnya, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro menjelaskan, proyeksi pelemahan rupiah tahun depan karena pemerintah ingin memasang target konservatif ketimbang terlalu optimistis dengan mematok target tinggi. Pertimbangannya, kondisi eksternal atau perekonomian global saat ini masih dipenuhi ketidakpastian. (Baca juga: Eksternal Tak Pasti, Pemerintah Ramal Rupiah di 2018 Dekati 14 Ribu)

Bambang mencatat beberapa kondisi eksternal tersebut, seperti sikap proteksionisme Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Bahkan, Indonesia terancam sanksi dan masuk dalam daftar negara yang berlaku “curang” dalam hubungan dagang dengan AS.

Selain itu, bank sentral AS, the Federal Reserve juga dipastikan akan melanjutkan kebijakan menaikkan suku bunga acuan dananya (Fed Fund Rate) mulai tahun ini. "The Fed sudah pasti menaikkan tingkat bunga sebagai bagian dari normalisasi kebijakan moneter di AS. Meskipun dampaknya tidak terlalu berat lagi bagi rupiah, kami lebih baik ambil posisi yang konservatif," kata Bambang. 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...