ADB Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5 Persen

Ameidyo Daud Nasution
27 September 2016, 17:48
Pertumbuhan Ekonomi
Arief Kamaludin|KATADATA

Pandangan pesimistis masih melingkupi kondisi perekonomian Indonesia pada tahun ini. Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi negara ini menjadi 5 persen, dari perkiraan sebelumnya pada Maret lalu sebesar 5,2 persen. 

Selain itu, ADB menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan dari 5,5 persen menjadi 5,1 persen. Pertimbangannya, kebijakan pemangkasan anggaran belanja pemerintah akan mengerem laju perekonomian.

Belanja pemerintah untuk infrastruktur akan mengalami percepatan pada paruh kedua tahun ini. Hal tersebut sejalan dengan pola tahunan kenaikan pengeluaran menjelang akhir tahun. Namun, ADB melihat, secara keseluruhan investasi dan konsumsi pemerintah akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya karena rendahnya realisasi pendapatan.

(Baca: Darmin Masih Yakin Target Pertumbuhan Ekonomi 2016 Tercapai)

Kepala Perwakilan ADB Indonesia Steven Tabor mengatakan, belanja modal terutama untuk pembangunan infrastruktur merupakan salah satu motor utama lambatnya ekonomi tahun ini. "Itu menjadi salah satu faktor (revisi pertumbuhan ekonomi)," katanya dalam pemaparan edisi terbaru publikasi ekonomi tahunan, Asian Development Outlook 2016, di Jakarta, Selasa (27/9).

Para pengambil kebijakan di Indonesia perlu mempertimbangkan berbagai langkah menghadapi risiko prospek pertumbuhan jika terjadi pemotongan anggaran dan timbulnya keterlambatan berbagai proyek infrastruktur. Laporan ini juga mencatat adanya kelemahan di pasar tenaga kerja yang dapat melemahkan kepercayaan konsumen.

Jumlah pekerjaan pada periode 12 bulan sampai dengan Februari 2016 menurun, dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun jumlah pekerjaan di perdesaan meningkat. Meskipun sektor pertanian di pedesaan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak karena keterlambatan musim panen. (Baca: Genjot Ekonomi, Pemerintah Didorong Perlebar Defisit Anggaran)

"Selain itu, pasar tenaga kerja bagi pekerja berpendidikan mengalami stagnasi upah, dengan makin banyaknya lulusan pendidikan tinggi yang mengambil pekerjaan yang tidak memerlukan kualifikasi setinggi mereka," kata Sona Shrestha, Wakil Kepala Perwakilan ADB di Indonesia.

Faktor penghambat lainnya adalah kondisi investasi swasta yang belum membaik untuk menopang belanja pemerintah yang menciut. Sebab, investor masih menunggu inplementasi dari kebijakan pemerintah sebelum memutuskan penanaman modalnya.

Sedangkan faktor lainnya adalah harga komoditas yang masih rendah walaupun membaik. Steven menyebut beberapa komoditas asal Indonesia yakni kelapa sawit, batubara, serta emas masih rendah harganya. "Jadi berpengaruh di sisi ekspor Indonesia yang turun, walaupun impornya juga turun," katanya.

Namun, di sisi lain, dia melihat konsumsi masyarakat akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi tahun ini. Hal tersebut terlihat dari permintaan sejumlah barang seperti sepeda motor, mobil, rumah menengah ke bawah, serta pangan, yang tetap stabil. (Baca: Anggaran Dipotong, BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi)

Di kesempatan yang sama, Senior Economics Officer ADB Indonesia Priasto Aji mengatakan, pangkal masalah lemahnya belanja modal lantaran penerimaan negara yang juga sangat kurang. Ia juga melihat penurunan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) belum efektif menggairahkan sektor swasta. "Hal-hal ini, selain lambatnya ekonomi dunia, yang membuat kami merevisi pertumbuhan ekonomi," katanya.

Menanggapi penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari ADB itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hal tersebut sejalan dengan proyeksi pemerintah. Ia akan tetap berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk memantau sejumlah kebijakan guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan pemangkasan anggaran sebesar Rp 137 triliun dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) dan dana untuk daerah. Penyebabnya, Sri Mulyani mengaku pesimistis target penerimaan pajak tahun ini Rp 1.355 triliun dapat tercapai. Dia memperkirakan realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp 1.320 triliun. Artinya masih akan ada kekurangan penerimaan sebesar Rp 219 triliun.

Sebelumnya, BI juga telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5-5,4 persen menjadi 4,9-5,3 persen. Penyebabnya, pertumbuhan ekonomi akan melambat akibat adanya pemangkasan anggaran.  

Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...