Perdagangan Bebas, Uni Eropa Minta Indonesia Hapus Bea Masuk Impor

Safrezi Fitra
3 Maret 2016, 15:43
pelabuhan-ekspor
KATADATA
pelabuhan-ekspor
Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa
Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa (BPS)

Menurut Darmin, seharusnya Indonesia bisa lebih berani dalam FTA dengan Uni Eropa. Karena selama ini pasar Uni Eropa di Indonesia tidak terlalu besar. Bahkan, Indonesia banyak mengekspor produk ke negara-negara di kawasan tersebut. Neraca perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa selalu surplus.

Untuk lebih berani dalam melakukan negosiasi, Darmin menekankan perlunya koordinasi yang intensif antara Kementerian dan Lembaga terkait, agar lekas tercapai titik temu dalam perundingan tersebut. Hal ini mengacu pada kegiatan Presiden Joko Widodo yang akan melakukan lawatan ke negara-negara Uni Eropa seperti Jerman, Inggris, Belanda, dan Belgia.“Mestinya dengan Uni Eropa kita berani untuk ambil risiko, karena kita tidak bersaing dengan mereka. Beda jika dibandingkan dengan dua kompetitor lain, India dan China,” ujar Darmin dalam siaran pers yang diterima katadata, Jakarta, Kamis (3/3). (Baca: 59 Proyek Investasi Rampung, Impor Bisa Susut US$ 453 Juta Setahun)

Deputi Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Ahzar Lubis mengatakan hal yang sama. Saat ini Indonesia dan Uni Eropa masih membahas poi-poin yang akan diangkat dalam perjanjian yang rencananya disepakati dua tahun lagi. “Sekarang kita lihat dulu, kita mau ngapain disana (FTA Indonesia-EU),” ujar Ahzar.

Mengenai perdagangan bebas dengan Uni Eropa, Presiden Joko Widodo telah memberikan tenggat waktu selama dua tahun dari sekarang untuk menyelesaikan perjanjiannya. Artinya Indonesia harus siap dalam pasar bebas Uni Eropa pada 2018. (Baca: Perbaiki Kemudahan Berusaha, Pemerintah Revisi 22 Peraturan)

Untuk menghadapi hal ini Ahzar menilai, setiap Kementerian atau Lembaga harus melakukan evaluasi terlebih dahulu terkait kesiapannya. Tiap-tiap Kementerian dan Lembaga harus mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan, salah satunya dengan merevisi aturan-aturan. Kemudian yang paling utama, pemerintah harus menghitung keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dari adanya perjanjian kerjasama ini. 

Halaman:
Reporter: Miftah Ardhian
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...