Perdagangan Bebas, Uni Eropa Minta Indonesia Hapus Bea Masuk Impor

Safrezi Fitra
3 Maret 2016, 15:43
pelabuhan-ekspor
KATADATA
pelabuhan-ekspor

KATADATA – Setelah Masyarakat Ekonomi ASEAN, Indonesia akan membuka keran perdagangan bebas dengan Uni Eropa (UE) dua tahun lagi. Saat ini pemerintah sedang melakukan negosiasi dengan Uni Eropa terkait poin-poin apa saja yang akan masuk dalam perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement / FTA) Indonesia-UE.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan ada beberapa masalah yang masih mengganjal dalam pembahasan perjanjian ini. Ini terkait dengan permintaan Uni Eropa yang dinilai sangat memberatkan bagi Indonesia. Dia pun menggelar rapat koordinasi (rakor) mengenai FTA Indonesia dengan Uni Eropa hari ini (3/3). (Baca: Jokowi: Industri Harus Dibebaskan dari Aturan yang Berlebihan)

Beberapa hal yang diminta Uni Eropa, diantaranya pembebasan bea masuk sebesar 95 persen dari semua pos tarif perdagangan. Ini dinilai memberatkan, karena industri dalam negeri belum tentu siap jika harus bersaing dengan produk-produk Uni Eropa.

Kemudian menghapus bea keluar. Penghapusan bea keluar ini sudah dilakukan Uni Eropa dalam perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain, seperti Vietnam. Makanya Uni Eropa juga melakukan hal yang sama kepada Indonesia. (Baca: MEA Berlaku, 25 Ribu Pekerja Asing Serbu Indonesia Selama Januari)

Banyak pihak yang masih belum bisa menerima permintaan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan kajian lebih dalam mengenai apa saja keuntungan dan kerugian yang mungkin didapat Indonesia dari adanya kerjasama bebas dengan Uni Eropa.

Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa
Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa (BPS)

Menurut Darmin, seharusnya Indonesia bisa lebih berani dalam FTA dengan Uni Eropa. Karena selama ini pasar Uni Eropa di Indonesia tidak terlalu besar. Bahkan, Indonesia banyak mengekspor produk ke negara-negara di kawasan tersebut. Neraca perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa selalu surplus.

Untuk lebih berani dalam melakukan negosiasi, Darmin menekankan perlunya koordinasi yang intensif antara Kementerian dan Lembaga terkait, agar lekas tercapai titik temu dalam perundingan tersebut. Hal ini mengacu pada kegiatan Presiden Joko Widodo yang akan melakukan lawatan ke negara-negara Uni Eropa seperti Jerman, Inggris, Belanda, dan Belgia.“Mestinya dengan Uni Eropa kita berani untuk ambil risiko, karena kita tidak bersaing dengan mereka. Beda jika dibandingkan dengan dua kompetitor lain, India dan China,” ujar Darmin dalam siaran pers yang diterima katadata, Jakarta, Kamis (3/3). (Baca: 59 Proyek Investasi Rampung, Impor Bisa Susut US$ 453 Juta Setahun)

Deputi Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Ahzar Lubis mengatakan hal yang sama. Saat ini Indonesia dan Uni Eropa masih membahas poi-poin yang akan diangkat dalam perjanjian yang rencananya disepakati dua tahun lagi. “Sekarang kita lihat dulu, kita mau ngapain disana (FTA Indonesia-EU),” ujar Ahzar.

Mengenai perdagangan bebas dengan Uni Eropa, Presiden Joko Widodo telah memberikan tenggat waktu selama dua tahun dari sekarang untuk menyelesaikan perjanjiannya. Artinya Indonesia harus siap dalam pasar bebas Uni Eropa pada 2018. (Baca: Perbaiki Kemudahan Berusaha, Pemerintah Revisi 22 Peraturan)

Untuk menghadapi hal ini Ahzar menilai, setiap Kementerian atau Lembaga harus melakukan evaluasi terlebih dahulu terkait kesiapannya. Tiap-tiap Kementerian dan Lembaga harus mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan, salah satunya dengan merevisi aturan-aturan. Kemudian yang paling utama, pemerintah harus menghitung keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dari adanya perjanjian kerjasama ini. 

Reporter: Miftah Ardhian
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...