Perusahaan Migas Non-Konvensional Ancam Hengkang Dari Indonesia

Safrezi Fitra
13 Juli 2015, 14:30
Katadata
KATADATA

Kementerian menyebut pengembangan migas non konvensional seperti gas metana batu bara (coal bed methane/CBM) dan shale gas selama ini berjalan lambat. Bahkan, belum ada satu pun investor tertarik menggarap proyek shale gas.

Saat ini sudah ada 54 proyek kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) CBM. Namun hanya sedikit yang masih dikembangkan oleh KKKS, sedangkan sisanya ‘mati suri’. Belum lagi yang mengancam akan keluar dari Indonesia.

Akhir tahun lalu sebenarnya pemerintah telah menjanjikan insentif dan mengubah kontrak agar lebih menarik bagi investor. Namun, hal ini belum juga terealisasi hingga sekarang. Padahal pengembangan migas non-konvensional sangat potensial.

Pengembangan shale gas di Amerika Serikat mampu membuat harga minyak turun, karena pasokan dunia melimpah. Terlebih untuk Indonesia yang telah mengalami defisit migas.

Data Kementerian ESDM menyebut potensi migas nonkonvensional sebenarnya lebih besar dari yang konvensional. Potensi shale gas Indonesia diperkirakan mencapai 574 triliun kaki kubik (TCF), lebih besar jika dibandingkan CBM yang mencapai 453,3 TCF dan gas konvensional yang hanya sebesar 153 TCF.

Shale gas adalah gas yang diperoleh dari serpihan batuan shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Proses yang diperlukan untuk mengubah batuan shale menjadi gas membutuhkan waktu sekitar lima tahun.

Sementara CBM merupakan gas alam dengan dominan gas metana disertai sedikit hidrokarbon dan non hidrokarbon dalam batubara, hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam konvensional. 

Halaman:
Reporter: Arnold Sirait
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...