Aceh Akan Dapat 30 Persen Dana Bagi Hasil Migas
KATADATA ? Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darusalam akan mendapatkan dana bagi hasil dalam pengelolaan minyak dan gas bumi sebesar 30 persen, sementara pemerintah pusat akan mendapatkan 70 persen. Ketentuan ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.
Bukan hanya mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa bagi hasil. Pemerintah daerah Aceh juga akan mendapatkan bagian dari penerimaan negara lainnya di sektor migas. Pemerintah daerah Aceh akan mendapatkan bonus tanda tangan yang diterima oleh pemerintah dari penandatanganan kontrak bagi hasil, sebesar 50 persen. Aceh juga akan mendapatkan bonus produksi sebesar 50 persen.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja belum mau berkomentar banyak. "Belum boleh menjawab," kata dia di Plaza Centris, Jakarta, Rabu (10/6).
(Baca: Sesuai Kesepakatan Damai, Aceh Boleh Kelola Migas di Wilayahnya)
Selain mengatur penerimaan daerah, dalam peraturan pemerintah ini juga disebutkan adanya pembentukan badan pengelola migas Aceh (BPMA). BPMA berstatus sebagai badan pemerintah yang sifatnya tidak untuk mencari keuntungan. Lembaga yang akan berkantor pusat di Banda Aceh ini berada di bawah Menteri dan Gubernur.
BPMA memiliki delapan fungsi. Pertama, melaksanakan negosiasi dan pembuatan perjanjian kerja sama migas yang dilakukan pemerintah dan pemerintah Aceh. Kedua, melaksanakan penandatanganan kontrak kerja sama. Ketiga, mengkaji rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja.
Keempat, menyampaikan hasil kajian mengenai rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja yang telah mendapat persetujuan gubernur kepada menteri. Kelima, memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selanjutnya.
Keenam, memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran badan usaha atau bentuk usaha tetap. Ketujuh, melaksanakan monitoring dan melaporkan pelaksanaan kontrak kerja sama kepada menteri dan gubernur. Kedelapan, memberikan rekomendasi penjual migas dari pengelolaan bersama, yang telah mendapat persetujuan gubernur kepada menteri, yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
Dalam pasal 90 disebutkan SKK Migas tetap melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di darat dan laut di wilayah Aceh sampai dengan dibentuknya BPMA.
Setelah BPMA terbentuk, semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari perjanjian kontrak kerja sama bagi hasil migas antara SKK Migas dan KKKS di Aceh dialihkan kepada BPMA. Kontrak kerja sama bagi hasil yang telah ada sebelum PP tersebut terbit, masih akan tetap berlaku sampai masa kontraknya berakhir. Dengan demikian setelah BPMA terbentuk, maka SKK Migas tidak lagi berwenang di Aceh.
Ketika ditanya mengenai siapa yang akan berwenang mengelola wilayah migas di perbatasan Aceh, Wiratmaja pun belum bisa menjawabnya. "Sedang diproses. Semua diskusi yang Aceh sedang berjalan," ujar dia.