Sofyan: Pemerintah Tetap Optimistis Pertumbuhan Ekonomi 5,7 Persen
KATADATA ? Pemerintah menilai penurunan impor bahan baku dan barang modal yang terjadi selama kuartal I-2015 tidak dapat menjadi indikator perlambatan ekonomi.
?Satu bulan kan nggak bisa jadi indikasi (perlambatan ekonomi). Begitu investasi dan program pemerintah direalisasi, impor akan naik lagi,? kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil di Jakarta, Kamis (16/4).
Pemerintah, lanjut dia, tetap optimistis target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen pada tahun ini akan tercapai. Caranya dengan mempercepat realisasi penyerapan anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Dia menyatakan, pemerintah sudah memulai pelaksanaan pembangunan sejumlah proyek infarastruktur pada bulan ini.
Menurut Sofyan, realisasi anggaran selama kuartal I memang masih rendah, sebesar 18 persen. Namun angka itu masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 15 persen. Lagi pula pada kuartal I, penggunaan anggaran masih untuk kegiatan rutin sehingga tidak terlalu besar.
(Baca: Meski Perdagangan Surplus, Indikasi Perlambatan Ekonomi Terlihat)
?Kami percepat realisasi anggaran, April mulai jalan. Tapi kan gradasi. Kalau dilihat, absorsi pengeluaran pemerintah sampai Maret 18 persen. Itu nggak rendah, karena periode sama tahun lalu cuma 15 persen. Padahal, APBN baru pengesahan Februari,? tutur Sofyan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, surplus neraca perdagangan US$ 1,13 milliat merupakan pencapaian yang positif, meskipun impor bahan baku dan barang modal yang turun. Surplus tersebut berdampak positif untuk menjaga defisit transaksi berjalan tetap rendah.
?Kan ekspor naik, impor naik, tapi surplus. Kami berupaya supaya surplus,? kata Bambang, kemarin.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor bahan baku turun sebesar 16,2 persen yoy dari menjadi US$ 27,69 miliar selama kuartal I. Impor barang modal turun 10,3 persen yoy, dari US$ 7,21 miliar menjadi US$ 6,47 miliar. Begitu juga dengan barang konsumsi, turun 14,32 persen dari US$ 2,97 miliar menjadi US$ 2,54 miliar.
(Baca: Ekonomi Diperkirakan Tumbuh 5,4 Persen)
Ekonom UBS AG untuk Asia Tenggara dan India Edward Teather menurunkan proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari 5,8 persen menjadi hanya 5,6 persen. Penurunan ekspektasi ini setelah melihat indikator perekonomian selama Februari terlihat dari data penjualan ekspor, impor, semen dan kendaraan bermotor yang rendah.
Namun, lanjutnya, berita baik bagi pertumbuhan ekonomi dengan adanya kebijakan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga, sehingga likuiditas sedikit longgar. Didukung pula, oleh neraca perdagangan yang positif kuartal I dibandingkan periode yang sama pada 2013 dan 2014.
(Baca: Bank Dunia: Kunci Pertumbuhan RI Ada di Investasi)
Dengan kondisi ini, dia berharap BI akan menurunkan suku bunga 50 basis poin (bps) atau 0,5 persen menjadi 7 persen pada semester II tahun ini. ?Kami berpendapat, BI akan kecewa terhadap pertumbuhan PDB, tetapi secara menyenangkan akan kaget terhadap hasil untuk transaksi berjalan tahun ini,? tutur Edward dalam laporannya.