PDI-P Terpecah Soal Rencana Jokowi Menaikkan Harga BBM

Image title
Oleh - Tim Redaksi Katadata
29 Agustus 2014, 16:30
Joko Widodo KATADATA | Arief Kamaludin
Joko Widodo KATADATA | Arief Kamaludin
KATADATA | Arief Kamaludin

KATADATA ? Rencana presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga BBM bersubsidi menuai perdebatan di kalangan pengurus dan politisi PDI-P. Padahal Jokowi merupakan kader PDIP yang juga diusulkan menjadi presiden oleh partai tersebut.

Berdasarkan usulan dari Tim Transisinya, Jokowi berencana mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga. Rencananya kenaikkan harga tersebut berkisar Rp 500-3.000 per liter BBM bersubsidi. Bahkan wakil presidennya, Jusuf Kalla, mengaku akan segera menaikkan harga BBM bersubsidi usai pergantian pemerintahan.

Beberapa pengurus PDI-P yang terlibat dalam Tim Transisi Jokowi-JK mendukung rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, tapi pengurus lainnya menolak. Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Hasto Kristiyanto, menjelaskan kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan langkah yang layak dilakukan dilihat dari sisi efektivitas dan ketahanan anggaran negara.

Bahkan Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Parreira mengatakan pernyataan Jokowi yang merencanakan kenaikkan harga BBM bersubsidi sudah merupakan keputusan partai. "Ya kalau Pak Jokowi sudah berbicara itu, itulah suara PDI Perjuangan," kata Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Parreira Seperti dikutip Detik.com, Jumat (29/8).

(Baca: Bumerang BBM Bagi PDIP)

Meski demikian, politisi PDI-P yang menjadi anggota DPR, Hendrawan Supratikno dan Arif Budimanta mengatakan kenaikkan harga BBM merupakan pilihan yang paling terakhir diambil oleh partainya. Sementara politisi PDIP di DPR lainnya secara tegas menolak.

Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDI-P Rieke Diah Pitaloka menyatakan menolak rencana tersebut. Rieke yang sebelumnya vokal menentang kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kembali menentang rencana presiden yang diunggulkannya untuk pemerintahan mendatang.

Penolakan Rieke mengacu pada pembahasan rapat antara komisi XI DPR dengan pemerintah mengenai dampak dari kenaikkan harga BBM bersubsidi. Setiap kenaikan BBM sebesar Rp 1.000 per liter, akan menciptakan inflasi sebesar 1,43 persen. Tingkat kemiskinan pun naik 0,61 persen, yaitu sebanyak 1,5 juta orang. Sementara, setiap kenaikan BBM senilai Rp 500 per liter, diperlukan tambahan penghasilan baru setiap rumah tangga sebesar Rp 100.000 per bulan.

Secara tegas Rieke mempertanyakan apakah untuk mendapat anggaran demi menjalankan 9 program Nawa Cita Jokowi-JK, hanya bisa dilakukan dengan mencabut subsidi BBM. "Tugas pemimpin mencari solusi dari semua permasalahan, bukan menyederhanakan masalah. Apalagi untuk menutupi kesalahan atas ketidakmampuan, termasuk dalam tata kelola energi nasional," ujar Rieke dalam keterangannya, Kamis (28/8).

Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait pun menyatakan penolakannya terhadap rencana Jokowi tersebut. Dia pun membantah pernyataan Andreas, bahwa PDI-P belum memutuskan apapun soal rencana kenaikkan harga BBM bersubsidi.

Meski demikian, Maruarar juga membantah jika ada perpecahan di tubuh PDI-P terkait adanya perbedaan pendapat ini. "Ini kan masih pembahasan, kami hanya sampaikan pemikiran kami," ujarnya kepada Katadata, Jumat (29/8).

Silang pendapat antara politisi PDI-P yang terlibat dalam Tim Transisi dan politisi PDI-P lainnya ini sudah diprediksi sebelumnya oleh Dodi Ambardi. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini sempat mengatakan pembentukan Tim Transisi berpotensi menimbulkan ketegangan di antara elite partai koalisi pendukung Joko Widodo. Salah satunya karena sebagian elite partai koalisi (terlebih PDI-P) merasa tidak terwakili dalam Tim Transisi

Reporter: Safrezi Fitra

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...