Rupiah Berpeluang Menguat Didorong Pelonggaran Lockdown di Dunia

Agatha Olivia Victoria
9 Juli 2020, 10:06
nilai tukar rupiah, pelonggaran lockdown, pemulihan ekonomi
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Rupiah dibuka menguat 0,39% ke Rp 14.356 per dolar AS. Rupiah masih berpeluang menguat seiring pelonggaran lockdown meningkatkan optimisme pemulihan ekonomi dunia.

Nilai tukar rupiah pada perdagangan pasar spot pagi ini, Kamis (9/7), dibuka menguat 0,37% ke level Rp 14.356 per dolar Amerika Serikat (AS). Penguatan rupiah didorong sentimen tanda-tanda pemulihan ekonomi dunia menyusul pelonggaran lockdown beberapa negara.

Adapun rupiah menguat bersama mata uang Asia lainnya. Mengutip Bloomberg, dolar Singapura naik 0,04%, dolar Taiwan 0,06%, won Korea Selatan 0,16%, peso Filipina 0,1%, yuan Tiongkok 0,21%, ringgit Malaysia 0,18%, dan baht Thailand 0,12%.

Meski demikian yen Jepang dan rupee India melemah pagi ini masing-masing 0,07% dan 0,11%. Sementara dolar Hong Kong tak bergerak sama sekali.

"Rupiah hari ini akan melanjutkan penguatan karena adanya tanda-tanda pemulihan ekonomi dunia menyusul pelonggaran terhadap lockdown yang dilakukan di beberapa negara," kata Panel Ahli Katadata Insight Center Damhuri Nasution kepada Katadata.co.id, Kamis (9/7).

(Baca: Menguat ke 14.410 per Dolar AS, Rupiah Paling Kuat di Asia)

Menurut Damhuri, pelonggaran lockdown tersebut seperti yang terjadi di Eropa, Tiongkok, Jepang, Korea, dan beberapa negara bagian AS. Namun dia menilai tanda-tanda pemulihan tersebut sebenarnya masih rapuh karena jumlah kasus virus corona yang terus meningkat.

Melansir Worldometers pada pukul 09.00 WIB, kasus positif Covid-19 global telah menembus angka 12 juta orang. Angka kematian tercatat 552.023 dan kesembuhan menembus 7 juta orang.

Meski demikian, Damhuri menyebut ada sentimen positif dari dalam negeri bagi rupiah. "Terutama dengan adanya kesepakatan antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk burden sharing terhadap pembiayaan pemulihan ekonomi nasional," ujarnya.

Pemerintah dan BI akhirnya mencapai kesepakatan berbagi beban atau burden sharing pembiayaan dana penanganan dan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19 tahun ini yang mencapai Rp 903,46 triliun.

(Baca: Harga Emas Catat Rekor Baru, Logam Mulia Antam Naik Jadi Rp 940 Ribu)

Dari jumlah tersebut, beban pembiayaan sebesar Rp 397,56 triliun yang diperuntukkan untuk belanja publik ditanggung BI, diantaranya belanja kesehatan Rp 87,5 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, dan sektoral kementerian dan lembaga Rp 106,11 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan BI menanggung pembiayaan tersebut hanya pada tahun ini saja.

"Itu nanti melalui Surat Berharga Negara yang akan langsung dibeli oleh BI. Jadi nanti berapa pun yang akan kami cairkan, itu yang akan kami terbitkan dan dibeli BI secara langsung dengan suku bunga SBN," kata Sri Mulyani dalam konferensi video, Senin (6/7).

Sri Mulyani menjelaskan BI juga akan membiayai belanja barang non-publik seperti bantuan UMKM sebesar Rp 123,46 triliun dan pembiayaan korporasi non-UMKM Rp 53,57 triliun. Namun, pembiyaan untuk belanja barang non-publik akan melalui penerbitan SBN dengan mekanisme pasar sesuai kesepakatan sebelumnya pada UU Nomor 2 tahun 2020.

"Untuk pembiayaan belanja UMKM dan korporasi, BI akan menjadi stand by buyer, seperti kerja sama sebelumya. Namun dalam hal ini, BI akan masuk dalam pembelian kalau pasar tidak bisa menyerap" ujarnya.

(Baca: Burden Sharing Pemerintah dan BI Berisiko Menggoyang Kurs Rupiah)

Adapun untuk pembiayaan belanja lainnya sebesar Rp 328,87 triliun, pembiayaannya akan ditanggung seluruhnya oleh pemerintah. Pembiayaan akan dilakukan melalui penerbitan SBN dengan mekanisme pasar. "Jadi yang ini tidak ada tanggungan BI," kata Sri Mulyani.

Reporter: Agatha Olivia Victoria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...