Risiko Gelembung Simpanan Masyarakat di Bank selama Pandemi

Agustiyanti
8 Desember 2020, 18:40
simpanan perbankan, simapanan bank melesat, tabungan masyarakat melesat
123rf.com | seamartini
Ilustrasi. Simpanan masyarakat di bank umum pada Oktober 2020 tumbuh 11,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Bank Mandiri dan BRI mematok bunga deposito sebesar 3,5% untuk seluruh simpanan berdasarkan tenor dan nominal. Sementara BNI, mematok bunga deposito sebesar 3,5% untuk simpanan minimal Rp 5 miliar dan 3% untuk simpanan di bawah nominal tersebut.

Meski demikian, kelompok bank BUKU IV masih mencatatkan pertumbuhan simpanan tertinggi sebesar 12,8% menjadi Rp 3.816 triliun. Bank-bank ini menguasai 57% dari total simpanan perbankan.

Peneliti INDEF Rizal Taufikurahman menilai peningkatan pada deposito menunjukkan masih enggannya kelompok menengah atas untuk berbelanja, baik usaha maupun konsumsi. "Dengan ketidakpastian ekonomi, mereka memilih untuk menahan dulu belanja dan menyimpan di bank," kata Rendy kepada Katadata.co.id, Selasa (8/12).

Masyarakat kelompok menengah atas, menurut dia, akan menahan belanja setidaknya hingga kuartal pertama tahun depan. 'Jika pemulihannya cepat, tentu akan direspons dengan perbaikan kinerja ekonomi, baik produksi maupun konsumsi," katanya.

Rupiah
Rupiah (Arief Kamaludin|KATADATA)

Risiko Gelembung Aset

Kepala Ekonom Citi Indonesia Helmi Arman mengatakan pertumbuhan simpanan yang cepat selama pandemi Covid-19 dapat menimbulkan risiko. Selama pandemi Covid-19, DPK tumbuh dua digit bahkan pernah mencapai 13% secara tahunan, dua kali lipat dari level pertumbuhan sebelum pandemi Covid-19. 

 "Berdasarkan proyeksi kami, pertumbuhan simpanan ini berpotensi lebih cepat," katanya dalam Focus Grop Discussion BI terkait outlook pemulihan ekonomi dan keuangan digital, Senin (9/12). 

Pertumbuhan simpanan yang melesat, menurut dia, merupakan dampak dari kebijakan moneter dan fiskal besar-besaran yang digelontorkan BI dan pemerintah saat ini. Kebijakan tersebut  dibutuhkan untuk menangani krisis akibat pandemi Covid-19 saat ini, tetapi perlu dicermati efek sampingnya terutama di masa depan. 

Dengan suku bunga simpanan perbankan yang sangat rendah saat ini, ia khawatir masyarakat akan  berbondong-bondong mencari aset di luar deposito yang lebih menjanjikan. Hal ini, di satu sisi dapat dimanfaatkan pemerintah dengan memanfaatkan instrumen-instrumen investasi untuk pembiayaan negara.

Namun, di sisi lain, dapat memicu gelembung pada harga sejumlah aset yang dapat memicu inflasi. 

"Sebaiknya definisi inflasi yang digunakan oleh pengambil kebijakan nantinya bukan hanya inflasi secara tradisional, tetapi juga mencakup harga aset sehingga bauran kebijakan BI dan pemerintah dapat tepat waktu dalam melihat risiko," katanya. 

Ekonom CORE Indonesia  Yusuf Rendy Manilet mengatakan pertumbuhan simpanan sudah mulai melambat pada Oktober karena masyarakat memilih untuk memindahkan sebagian dananya ke pasar obligasi yang memberikan imbal hasil lebih tinggi. 

Seperti prediksi Helmi, aksi memindahkan dana ke instrumn dengan imbal hasil lebih menarik dari deposito yang memiliki bunga rendah saat ini akan terus meningkat. Ini juga akan membuat kepemilikan investor ritel terhadap obligasi pemerintah bertambah. 

"Pertumbuhan simpanan yang melambat kemungkinan karena pemindahan aset, saya rasa bukan karena peningkatan belanja atau untuk ekspansi usaha," kata Rendy kepada Katadata.co.id, Selasa (8/12).

Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo memastikan pihaknya akan terus memantau perkembangan harga aset. Jika merasa gelembung harga mulai terjadi, ia menegaskan bank sentral akan langsung menerapkan kebijakan melawan siklus atau countercyclical.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...