Arah Pemulihan Ekonomi Global dan Posisi RI Setelah Krisis Covid-19

Agustiyanti
29 Desember 2020, 09:00
outlook 2021, pertumbuhan ekonomi 2021, ekonomi global, pandemi corona
Leo Lintang/123rf
Ilustrasi. Ekonomi global diperkirakan pulih pada tahun depan seiring ketersediaan vaksin Covid-19.

Di sisi lain, JP Morgan melihat ada sejumlah risiko geopolitik yang masih akan menghantui perekonomian global pada tahun depan. Selain hubungan AS dan Tiongkok terkait Laut China Selatan, ada risiko konflik di Timur Tengah yang dapat mempengaruhi pergerakan harga minyak hingga stabilitas politik di Eropa. 

Bersambung ke halaman berikut: 'Game Changer' Pemulihan Ekonomi Indonesia 


Game Changer Pemulihan Ekonomi Indonesia

Tahun 2021 akan menjadi momentum yang menentukan tak hanya bagi pemulihan ekonomi global, tetapi juga Indonesia. Pemerintah pun telah menyiapkan sejumlah langkah agar pemulihan dapat berjalan lebih cepat pada tahun depan. Salah satunya, melalui Undang-undang Cipta Kerja yang hingga kini masih menimbulkan pro dan kontra. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini UU Cipta Kerja dapat menjadi game changer  atau pengubah permainan setelah vaksin Covid-19 dalam pemulihan ekonomi tahun depan. Beleid ini berpotensi menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. 

"Karena penciptaan lapangan kerja akan membantu mengurangi dampak negatif terhadap mereka yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja, dirumahkan, atau yang jam kerjanya dikurangi," ujar Airlangga dalam Webinar Nasional bertajuk Jurus Kemenko Perekonomian Meningkatkan Bisnis dan Investasi Indonesia melalui UU Cipta Kerja, pertengahan bulan ini. 

Airlangga mengatakan UU sapu jagat ini bisa menjadi jawaban dari permasalahan investasi Indonesia. Selain penyederhanaan regulasi, UU Cipta Kerja dapat mendorong pembangunan melalui pembentukan Lembaga Pengelola Investasi. LPI, menurut dia, adalah  solusi agar terdapat sumber pembiayaan alternatif untuk investasi dalam dan luar negeri yang tidak tergantung hanya pada pembiayaan jangka pendek. 

UU Cipta Kerja dan LPI juga diharapkan mampu menangkap potensi perubahan peta investasi global pascapandemi. Pimpinan Lembaga Konsultan Global PwC di AS, Tim Ryan memperkirakan perusahaan-perusahaan asal AS akan terus merelokasi bisnis mereka dari Tiongkok. Relokasi dilakukan bukan hanya karena pandemi, tetapi juga karena tensi hubungan kedua negara yang sering kali meningkat. 

Tak hanya AS, Jepang bahkan mengiming-imingi industrinya untuk merelokasi pabrik dari Tiongkok untuk mengurangi ketergantungan pada manufaktur Negara Tembok Raksasa itu.

Pemerintah, menurut Airlangga, ingin menangkap peluang potensi relokasi industri tersebut. Berdasarkan data BKPM hingga awal bulan lalu, sudah ada  154 perusahaan yang telah berkomitmen untuk merelokasi investasi ke Indonesia. Perusahaan tersebut di antaranya berasal dari Tiongkok, Korea Selatan, Singapura, Vietnam, Taiwan, Jepang, hingga Amerika Serikat.  Pemerintah pun optimistis ekonomi pada tahun depan akan tumbuh 4,5% hingga 5,5%.

Selain peluang investasi, menurut Airlangga, ada peluang dari sisi aktivitas perdagangan internasional yang akan semakin terintegrasi pada tahun depan melalui perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Perjanjian ini diteken 10 negara ASEAN dan 5 Mitra dagang besar.

Kerja sama ini diharapkan mampu mendorong kinerja ekspor dan memerbaiki posisi Indonesia di dalam rantai nilai global. BPS mencatat kinerja ekspor dan impor membaik pada November.  Nilai ekspor pada bulan lalu bahkan telah melampaui periode yang sama tahun 2019. 

Kepala Ekonom BCA David Sumual menyebut kinerja ekspor yang membaik dipengujung tahun ini lebih didorong oelh perbaikan pada harga komoditas, sementara belum banyak bergerak dari sisi volume. Ia memperkirakan ekspor akan semakin meningkat pada tahun depan sejalan dengan perjanjian dagang RCEP, harga komoditas yang masih meningkat, dan pemulihan ekonomi dunia. 

"Neraca perdagangan kemungkinan masih akan surplus tetapi menyempit karena impor yang mulai meningkat seiring pemulihan ekonomi," kata David.  

Surplus besar pada perdagangan tahun ini membuat neraca transaksi berjalan surplus untuk pertama kalinya pada tahun ini. Namun, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan neraca transaksi berjalan akan negatif pada tahun depan tetapi terjaga pada rentang 1-2%. 

Gejolak pada pasar keuangan akan mereda dan nilai tukar rupia diperkirakan bergerak menguat pada tahun depan. Posisi rupiah yang masih berada di level Rp 14.000 per dolar AS saat ini, menurut Perry,  masih berada di atas nilai fundamentalnya. 

Sementara itu, BI juga memperkirakan inflasi akan meningkat pada tahun depan pada rentang 3% hingga 4% seiring dengan kenaikan permintaan. Pada tahun ini, inflasi diperkirakan berada di bawah 2% karena lemahnya permintaan seiring pandemi. 

"Ekonomi kami harapkan tumbuh 4,8% hingga 5,8%, tetapi ada satu kondisi prasyarat, yakni ketersediaan vaksin dan protokol kesehatan," kata Perry. 

Pemerintah dan BI berharap pemulihan ekonomi akan secara penuh terjadi pada tahun depan. Namun, harapan tersebut tak sejalan dengan proyeksi sejumlah lembaga internasional. Meski ada kemajuan terkait ketersediaan vaksin Covid-19, Bank Dunia, OECD, dan ADB memangkas proyeksi ekonomi Indonesia pada tahun depan. Ketiga lembaga itu memproyeksi ekonomi Indonesia pada tahun depan tumbuh pada rentang 3% hingga 4,5%. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...