Efek Pandemi "Menyehatkan" Kepemilikan Surat Utang Negara

Agustiyanti
12 Januari 2021, 18:50
pandemi covid-19, porsi kepemilikan asing, kepemilikan surat utang, aliran modal asing, utang pemerintah, kepemilikan asing di utang pemerintah
123RF.com/Nuthawut Somsuk
Ilustrasi. Porsi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah sebesar 25,16% pada akhir tahun lalu merupakan yang terendah sejak 2009.

Efek Kepemilikan Asing ke Volatilitas Rupiah

Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai porsi kepemilikan asing yang kini mencapai 25% dari total surat berharga negara lebih sehat, terutama bagi stabilitas rupiah.  "Kepemilikan asing kita sebelumnya agak tinggi, bahkan pernah hampir mencapai 40%. Efeknya, signifikan terhadap rupiah ketika mereka menarik dananya saat ada gejolak," kata David kepada Katadata.co.id. 

Mengutip data Bloomberg, rupiah sempat anjlok hingga ke level Rp 16.575 per dolar AS di awal pandemi dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Maret 2020. Padahal pada dua bulan pertama tahun lalu, rupiah stabil di bawah Rp 14.000 per dolar AS. Rupiah bahkan sempat menyentuh Rp 13.582 per dolar AS pada 24 Januari seiring kepemilikan asing yang mencatatkan rekor tertinggi secara nominal pada SBN mencapai Rp 1.092 triliun. 

Porsi kepemilikan asing yang selalu berada di atas 30% pada 2010 hingga 2019, menurut David, juga lebih tinggi dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga seperti Malayisa, Thailand, dan Singapura. Tak heran, rupiah lebih mudah terpengaruh oleh sentimen global. 

"Porsi kepemilikan asing 25% seperti saat ini saya rasa sudah cukup ideal. Sekarang kan juga sudah ada Indonesia Investment Authority, investasi asing kita harapkan lebih banyak masuk ke sana dibandingkan ke instrumen portofolio," katanya. 

Untuk menjaga agar kepemilikan asing tak menggu stabilitas rupiah, David menyarankan agar pemerintah lebih selektif dalam memilih investor asing yang disasar. Hal ini dapat dilakukan saat menggelar roadshow saat berencana menerbitkan surat utang. "Ada beberapa tipe investor yang oreientasinya jangka panjang. Ini yang harus disasar pemerintah." katanya. 

Pemerintah pada tahun ini harus menutup defisit anggaran mencapai Rp 1.009 triliun atau 5,7% terhadap PDB yang akan dipenuhi melalui pembiayaan utang Rp 1.177,4 triliun.  Target pembiyaan utang tersebut merupakan penarikan secara neto atau setelah dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok atau utang yang jatuh tempo.  

Adapun dari total utang yang akan ditarik pada 2021, 80% hingga 85% akan berasal dari pembiayaan rupiah, sedangkan 15% hingga 20% dalam denominasi valuta asing. Dari masing-masing surat utang yang diterbitkan dalam denominasi rupiah maupun valas, 27% hingga 32% akan diterbitkan dalam bentuk surat berharga syariah atau sukuk.

Ekonom Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi memperkirakan perbankan masih akan mendominasi kepemilikan SBN pada tahun ini, meski kepemilikan asing akan meningkat. Aliran modal asing berpotensi mengalir deras ke Indonesia dan masuk ke instrumen-instrumen portofilio karena likuiditas global yang melimpah akibat kebijakan moneter ekspansif di banyak negara, terutama negara-negara maju. 

"Namun, perbankan kemungkinan akan tetap banyak menempatkan dana di SBN karena pertumbuhan kredit yang masih akan lambat. Ini sebenarnya sudah terjadi sejak sebelum pandemi dan diperparah sejak adanya wabah," katanya. 

Menurut Eric, porsi kepemilikan asing terhadap surat utang pemerintah tidak boleh terlalu besar, apalagi kembali ke level sebelum pandemi. Kepemilikan asing yang rendah pada surat utang pemerintah dapat menjaga rupiah bergerak lebih stabil. "Pasar SBN sebaiknya tumbuh dengan mendorong lebih banyak investor lokal, terutama investor institusional seperti perbankan, dana pensiun, dan asuransi," ujarnya. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...