Risiko Rupiah di Tengah Gelombang Kedua Covid-19 dan Banjir Stimulus

Agustiyanti
3 Februari 2021, 14:32
stimulus negara maju, nilai tukar rupiah, pandemi corona
123RF.com/Bakhtiar Zein
Ilustrasi. Rupiah pada perdagangan awal tahun ini bergerak stabil di kisaran Rp 14 ribu per dolar AS.

Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam memproyeksi mata uang Garuda akan menguat dalam rentang Rp 13.500-13.750 per dolar AS pada 2021. Faktor pendorong penguatan terutama berasal dari likuiditas global yang berlimpah dan suku bunga global saat ini yang mendekati nol.

"Ini yang membuat yield SBN nampak menarik," ujar Piter.

Harga komoditas global yang cenderung meningkat juga akan membantu penguatan kurs Garuda tahun ini. Faktor lainnya, yaitu keyakinan pandemi berakhir pada 2021 yang akan memicu pulihnya perekonomian global.

Sementara itu, ekonom Chatib Basri menjelaskan, seluruh bank sentral dunia terutama AS, Tiongkok, dan Eropa sedang giat melakukan injeksi likuiditas di tengah krisis pandemi. Kucuran dana tersebut menyebabkan likuiditas global sangat longgar yang kemudian membuat aliran modal asing deras masuk ke aset berisiko, terutama Indonesia.

Namun, menurut dia, ada risiko yang harus diwaspadai jika negara-negara maju pulih dari pandemi Covid-19 lebih cepat dari Indonesia. "Kalau saat itu Indonesia belum pulih, ini berisiko. Negara seperti AS aan melakukan pengetatan kembali kebijakan moneternya," ujar Chatib dalam Webinar Meet The Expert, Jumat (29/1).

Saat ekonomi Negeri Paman Sam pulih, tingkat bunga di pasar keuangan negara tersebut akan naik. Dengan demikian, arus modal yang tadinya masuk ke Indonesia akan berbalik ke AS.

Kaburnya dana asing tersebut akan membuat pasar obligasi dan pasar saham RI anjlok. Implikasinya, nilai tukar rupiah berpotensi kembali melemah terhadap dolar AS.

Namun, Perry optimistis pemulihan ekonomi akan terjadi seiring vaksinasi yang mulai berjalan. BI memproyeksi ekonomi mampu tumbuh 4,8% hingga 5,8%.

Bank sentral juga optimistis rupiah berpotensi menguat seiring nilainya yang saat ini masih berada di bawah fundamental. BI juga memastikan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah. Di sisi lain, bank sentral  juga telah meluncurkan cetak biru pengembangan pasar keuangan hingga 2025. Blueprint tersebut, antara lain fokus pada modernisasi infrastruktur di pasar uang.

"Kami antara lain mengembangkan multi-matching trading platform di pasar keuangan, center counterparty derivatif, dan juga memodernsasi platform transaksi eletronik BI untuk operasi moneter," kata Perry.

Dalam blueprint pengembangan pasar uang hingga 2025, multi-matching system trading platform diharapkan akanmengakselerasi pengembangan pasar uang dengan
meningkatkan likuiditas, efisien dan transparansi pembentukan harga. Pada tahap awal, sarana transaksi yang lebih maju dari sistem negosiasi bilateral yang selama ini ada akan diterapkan untuk transaksi spot USD/IDR. Transaksi tersebut merupakan segmen pasar over the counter terbesar di Indonesia.

Jenis transaksi dan produk pasar uang lainnya, baik dalam rupiah maupun mata uang asing selanjutnya akan secara bertahap didorong untuk ditransaksikan di matching system yang direncanakan mulai dapat beroperasi pada tahun ini.

Sementara itu, pembentukan lembaga CCP penting dalam memitigasi risiko kredit pelaku transaksi di pasar over the counter, serta perannya sebagai ‘data-hub’ bagi transaksi otc derivatif. CCP bertindak sebagai manajer risiko bagi pelaku pasar melalui proses novasi atau mengambil alih posisi transaksi baik dari penjual maupun pembeli dan melakukan netting secara multilateral terhadap semua transaksi, sehingga pasar uang menjadi lebih aman, transparan dan efisien.

Di sisi lain, BI juga mengembangkan instrumen derivatif jangka panjang antara lain berupa cross currency swap (CCS) dan interest rate swap (IRS) untuk meningkatkan pengelolaan risiko sektor usaha melalui lindung nilai atas eksposur nilai tukar dan suku bung. Ini dibentuk dalam rangka mendukung fleksibilitas pembiayaan ekonomi dan infrastruktur jangka panjang.

Untuk mendukung pengembangan sektor-sektor prioritas, BI akan mengoptimalkan transaksi valas melalui skema Local Currency Swap (LCS). Skema ini dapat mengurangi penggunaan dolar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi antar negara. Saat ini, BI telah memiliki kerja sama LCS dengan Jepang, Malaysia, Thailand, dan Tiongkok.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...