Menipisnya Asa Percepatan Belanja Negara Mendongkrak Ekonomi Kuartal I

Agustiyanti
26 Februari 2021, 07:00
pertumbuhan ekonomi, apbn, belanja negara
123RF.com/Sembodo Tioss Halala
Ilustrasi. Belanja kementerian/lembaga melonjak lebih dari 50% pada Januari 2021.
  • Belanja Kementerian/Lembaga naik lebih dari 50% pada Januari 2021.
  • Pemerintah melakukan berbagai reformasi untuk mempercepat belanja negara pada tahun ini. 
  • Percepatan belanja negara belum mampu mendorong ekonomi kuartal I tumbuh positif.

Defisit anggaran pada bulan pertama tahun ini membengkak hingga Rp 45,2 triliun, naik 31,5% dibandingkan Januari 2020. Namun, membengkaknya defisit APBN bukan semata karena penerimaan negara anjlok tetapi juga percepatan belanja negara. Ini diharapkan mempercepat pemulihan ekonomi.

Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan pemerintah tidak hanya berfokus pada realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional untuk mendorong ekonomi tahun ini. Namun, seluruh rencana belanja negara yang mencapai Rp 2.750 triliun.

Pemerintah kembali menaikkan alokasi anggaran PEN menjadi Rp 699 triliun atau melampaui tahun lalu Rp 695 triliun. Alokasi ini juga naik hampir dua kali lipat dari alokasi awal APBN 2021 Rp 372 triliun. Padahal pada tahun lalu, realisasi anggaran PEN hanya mencapai 83,4% dari alokasi.

Meski demikian, menurut Kunta, banyak reformasi yang dilakukan pemerintah untuk mempercepat dalam belanja negara termasuk anggaran PEN.

"Hingga 31 Januari 2021, belanja untuk kementerian/lembaga saja naik lebih dari 50% meski masih pandemi," ujar Kunta dalam diskusi PEN 2021: Dukungan Berkelanjutan Hadapi Pandemi secara virtual, Rabu (24/2).

Ia menjelaskan, pemerintah lebih siap dan fokus dalam merealisasikan belanja negara pada tahun ini karena sudah belajar dari kondisi pandemi tahun lalu. Dengan demikian, dia optimistis penyerapan PEN maupun belanja negaar bisa jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, belanja negara secara keseluruhan pada Januari 2021 tumbuh 4,2% menjadi Rp 145,8 triliun. Konsumsi pemerintah itu terutama didorong peningkatan belanja modal dan bantuan sosial.

Realisasi belanja pemerintah pusat melonjak 32,4% menjadi Rp 94,7 triliun, sedangkan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) justru turun 25,3% Rp 51,1 triliun. Belanja pemerintah pusat terdiri atas belanja kementerian/lembaga Rp 48 triliun yang naik 55,6% dan belanja non k/l Rp 46,6 triliun yang naik 14,8%. Sementara itu, TKD meliputi transfer ke daerah yang turun 26% menjadi Rp 50,3 triliun dan dana desa yang naik 126,4% menjadi Rp 800 miliar.

Di sisi lain, pendapatan negara hanya mencapai Rp 100,1 triliun atau terkontraksi 4,8% dari Januari 2020 yang sebesar Rp 105,1 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari penerimaan pajak Rp 68,5 triliun, kepabeanan dan cukai Rp 12,5 triliun, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 19,1 triliun. Penerimaan pajak dan PNBP tercatat masing-masing minus 15,3% dan 2,9%.

Sementara itu, pemasukan dari kepabeanan dan cukai tumbuh 175,3% dibanding tahun lalu didorong oleh kebijakan tarif cukai dan peningkatan ekspor seiring kenaikan harga komoditas.

Defisit anggaran mencapai Rp 45,7 triliun dengan keseimbangan primer tercatat minus Rp 21 triliun. Pembiayaan anggaran mencapai Rp 165,9 triliun, naik 140,7% dari Rp 68,9 triliun pada Januari 2020 didukung tren positif pasar keuangan serta aliran modal dan investasi asing.

Dongkrak Ekonomi Kuartal II 

Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam menilai, belanja pemerintah pusat belum bisa membantu pertumbuhan ekonomi kuartal I 2021. Pengeluaran pemerintah selama periode ini lebih banyak ditujukan untuk menanggulangi pandemi seperti pengadaan vaksin, pelaksanaan vaksinasi, serta membantu masyarakat dan dunia usaha terdampak pandemi.

"Pemulihan ekonomi hanya bisa terjadi ketika pandemi mereda atau berakhir. Untuk meredakan pandemi, pemerintah menggenjot anggaran khususnya untuk vaksinasi. Jadi, realisasi anggaran Itu pada akhirnya ditujukan untuk pemulihan ekonomi," katanya kepada Katadata.co.id. 

Ia memperkirakan, perekonomian kembali positif pada kuartal II 2020. Selain percepatan belanja, pelonggaran kebijakan makroprudensial berupa penurunan uang muka KPR dan KKB hingga nol persen baru akan mulai berdampak pada tiga bulan kedua tahun ini saat pandemi mereda. 

"Pelonggaran DP KPR dan KKB akan diresponse positif oleh kelompok masyarakat yang masih memiliki daya beli. Namun, selama pandemi ini masih berlangsung dan pengangguran masih tinggi, masyarakat yang memiliki daya beli itu terbatas," ujarnya. 

Peneliti INDEF Sugiyono Madelan Ibrahim  menilai pengeluaran belanja pemerintah pada tahun lalu kurang efektif mendorong pertumbuhan ekonomi dalam waktu cepat. Ia menyebut, ada rentang waktu terutama bergantung pada pos belanja. 

"Ada rentang waktu hingga satu tahun," katanya.

Sementara itu, ia memperkirakan dampak pelonggaran kebijakan uang muka KPR dan KKB membutuhkan rentang waktu satu kuartal sejak kebijakan diterapkan. Dengan demikian, pelonggaran kebijakan tersebut baru akan  berdampak pada kuartal kedua atau ketiga. 

Presiden Joko Widodo menyebut terdapat sejumlah syarat agar pertumbuhan ekonomi tahun ini mampu melampaui prediksi tersebut. "Syaratnya sederhana, energi bangsa harus bersatu, harus fokus untuk menangani krisis kesehatan dan mendongkrak pertumbuhan yang berkualitas," kata Presiden Jokowi dalam Indonesia Economy Outlook 2021 di Jakarta, Kamis (25/2).

Jokowi menjelaskan, salah satu kunci pemulihan ekonomi adalah kemampuan bangsa dalam disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Selain itu, melaksanakan kebijakan 3T yakni test (pengujian), tracing (pelacakan) dan treatment (perawatan). Kedua prinsip kebijakan itu harus dioptimalkan guna menekan tingkat penularan COVID-19 agar pandemi segera berlalu.

Di saat yang sama, pemerintah juga sedang menggelar besar-besaran vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat untuk mencapai kekebalan komunitas (herd immunity). Jokowi menyebut, Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang terdepan melaksanakan vaksinasi Covid-19.

"Kita harus bekerja keras untuk memperoleh vaksin yang sedang diperebutkan oleh negara-negara di seluruh dunia. Saya harapkan partisipasi dari seluruh pihak untuk mendukung vaksinasi ini," katanya. 

Reporter: Agatha Olivia Victoria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...