Pasar Pantau Data Inflasi AS di Tengah Isu Tapering Off, Rupiah Loyo
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,2% ke level Rp 14.232 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot hari ini (13/9). Analis menilai, ini terjadi karena pasar menanti rilis data inflasi AS di tengah rencana tapering off atau pengurangan aset oleh bank sentral Amerika, The Fed.
Selain rupiah, dolar Hong Kong melemah 0,01% berdasarkan data Bloomberg. Lalu, dolar Singapura melemah 0,04%, dolar Taiwan 0,26%, won Korea Selatan 0,46%, peso Filipina 0,28%, yuan Tiongkok 0,07%, ringgit Malaysia 0,17% dan bath Thailand 0,06%.
Sedangkan rupee India dan yen Jepang masing-masing menguat 0,14% dan 0,01%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan, rupiah melemah di kisaran Rp 14.180 hingga Rp 14.250 per dolar AS hari ini. Ia menilai, penguatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang terdorong sentimen data inflasi yang akan dirilis besok malam.
Data itu berimplikasi terhadap rencana tapering off The Fed. "Ini kemungkinan akan menunjukkan tingkat inflasi AS masih tinggi, yang membuka peluang tapering off oleh The Fed pada akhir tahun," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Senin (13/9).
Pada pekan lalu, AS merilis data inflasi produsen AS 8,3% secara tahunan (year on year/yoy), menguat dari bulan sebelumnya 7,8%. Sedangkan Gubernur The Fed Jerome Powell berulang kali menyampaikan, bank sentral akan mempertimbangkan inflasi dan pasar tenaga kerja sebelum memutuskan tapering off.
Minggu lalu, sejumlah pejabat The Fed regional juga mendorong pemerintah melakukan tapering off akhir tahun ini. Itu disampaikan setelah Departemen Ketenagakerjaan mengungkap adanya perlambatan pada pasar tenaga kerja bulan lalu.
Dari dalam negeri, Ariston menilai bahwa kondisi Covid-19 yang membaik dapat menahan pelemahan rupiah lebih dalam.
Sedangkan analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto lebih optimistis. Ia memperkirakan rupiah menguat hari ini di kisaran Rp 14.195-Rp 14.255 per dolar AS.
Selain karena penanganan Covid-19 yang membaik, keyakinan pasar terhadap neraca perdagangan Agustus yang diramal kembali surplus menjadi sentimen positif bagi rupiah.
"Pasar akan menunggu publikasi data neraca perdagangan yang akan dirilis Rabu. Kami memperkirakan masih akan surplus cukup besar," kata Rully kepada Katadata.co.id.
Badan Pusat Statistik(BPS) mencatat, neraca perdagangan Juli surplus US$ 2,56 miliar atau lebih tinggi dibandingkan Juni US$ 1,32 miliar. Nilai ekspor Juli turun 4,53% menjadi US$ 17,7 miliar. Sedangkan impor turun 12,22% menjadi US$ 15,11 miliar.
Selain itu, Rully memperkirakan dolar AS melemah karena masih tingginya laporan Covid-19 harian di Negeri Paman Sam.