Rupiah Berpotensi Menguat Terdongkrak Rekor Cadangan Devisa Agustus
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,19% ke level Rp 14.240 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini. Namun, analis memperkirakan rupiah masih berpotensi menguat hari ini seiring rekor baru cadangan devisa Indonesia pada Agustus.
Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan ke level Rp 14.250 per dolar AS hingga pukul 09.30 WIB. Sementara rupiah berada di level Rp 14.213 pada penutupan perdagangan kemarin.
Mata uang Asia lainnya mayoritas bergerak melemah. Bath Thailand 0,29%, ringgit Malaysia 0,04%, rupee India0,44%, won Korea Selatan 0,53%, dolar Taiwan 0,31% dan peso Filipina 0,17%. Sementara dolar Singapura menguat 0,03% bersama yen Jepang dan dolar Hong Kong yang sama-sama menguat 0,01% serta yuan Tiongkok 0,04%.
Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto memperkirakan rupiah akan kembali menguat hari ini di kisaran Rp 14.190 - Rp 14.260 per dolar AS. Penguatan terutama didorong rilis data cadangan devisa oleh Bank Indonesia yang melesat ke rekor tertingginya.
"Sentimen kenaikan signifikan cadangan devisa yang mencapai rekor tertinggi mendorong optimisme dan keyakinan investor terhadap stabilitas nilai tukar dan ekonomi makro secara keseluruhan," kata Rully kepada Katadata.co.id, Rabu (8/9).
Cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2021 mencapai US$ 144,8 miliar. Angka cadangan devisa ini naik US$ 7,5 miliar dibandingkan bulan sebelumnya dan memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Rekor tertinggi cadangan devisa sebelumnya dicatatkan sebesar US$ 138,8 miliar pada April 2021.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono mengatakan, posisi cadangan devisa Agustus setara dengan pembiayaan 9,1 bulan impor atau 8,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Nilai tersebut juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya, Selasa (7/9).
Kenaikan signifikan cadangan devisa akhir bulan lalu seiring langkah pemerintah menambah pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF) melalui skema Hak Penarikan Khusus atau Special Drawing Rights (SDR). Jumlah pinjaman yang diterima RI sebesar US$ 6,31 miliar, tetapi Erwin menyebut pinjaman tersebut diberikan tanpa biaya.
Pinjaman yang disalurkan IMF tersebut merupakan bagian dari penarikan dana cadangan senilai US$ 650 miliar atau setara Rp 9.360 triliun melalui skema SDR pada Senin, (23/8) lalu. Penarikan SDR kali ini merupakan yang kelima kalinya sekaligus terbesar dalam sejarah IMF untuk membantu penanganan krisis.
Selain itu, sentimen kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve juga masih cukup kuat. Fed tampaknya masih terus mencermati berbagai data ekonomi sebelum memulai berbagai langkah tapering off alias pengetatan stimulus.
"Penguatan Rupiah masih didukung oleh kebijakan akomodatif dari bank sentral negara maju, terutama The Fed," kata Rully.
Sementara itu, pengamat pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan melemah hari ini di kisaran Rp 14.210 hingga Rp 14.280 per dolar AS. Rupiah dibuka melemah hari ini mengikuti penguatan indeks dollar AS pada perdagangan kemarin.
"Kelihatannya efek dari sentimen ekspektasi penundaan tapering Bank Sentral AS mulai berkurang. Tingkat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun terlihat menaik yang bisa jadi menarik sebagian pelaku pasar untuk masuk ke aset dolar AS," kata dia.
Selain itu, menurut dia, peluang terjadinya tapering di akhir tahun masih belum hilang karena Bank Sentral AS masih akan mempertimbangkan data-data terbaru yang masuk. Ini juga mungkin mendorong pasar melakukan pembelian dolar AS dibandingkan rupiah.
Bank sentral belum memberikan pernyataan terbarunya menyangkut rencana tapering off setelah pidato Gubernur Fed Jerome Powell akhir bulan lalu. Dalam pidatonya di Jakson Hole, Powell kembali menyinggung rencana tapering dengan pengurangan pembelian obligasi pemerintah akhir tahun ini, namun belum jelas kapan rencana itu direalisasikan.
Di sisi lain, Powell juga memastikan bahwa pemulihan ekonomi masih berlanjut. Karena itu, Powell mengatakan pihaknya akan berhati-hati mencermati berbagai data ekonomi terutama inflasi dan ketenagakerjaan sebelum menarik pedal tapering off. Sementara, pembicaraan kenaikan suku bunga tampaknya masih akan ditahan hingga tahun depan.